Reporter: Gloria Fransisca | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Wakil Ketua MPR RI, Lukman Hakim Saifuddin mengklaim, penyerahan surat dukungan dari Suryadharma Ali (SDA) kepada sejumlah ketua DPW PPP dalam sebuah pertemuan di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Jumat pekan lalu tak lantas mengindikasikan SDA melakukan pemaksaan terhadap sesama kader PPP.
Menurut Lukman, dalam seluruh organ PPP saat ini memang banyak yang cenderung ingin berkoalisi ke Prabowo, yang hendak melipir ke Jokowi pun tidak sedikit. Tapi, pengurus yang ingin ke ARB juga ada karena tidak ingin memilih Prabowo maupun Jokowi.
Bahkan, ada pula anggota tubuh PPP yang lebih setuju masuk dalam koalisi baru dengan kandidat baru yang tengah dalam proses pencarian. Ia menilai, tindakan SDA belum bisa disebut sebagai pemaksaan kepada pengurus PPP di daerah.
"Menurut saya, tindakan itu tidak bisa disebut sebagai pemaksaan. Kita hanya bisa menyebut itu paksaan, jika Pak SDA memberikan sanksi kepada wilayah-wilayah yang tidak menandatangani persetujuan dukungan terhadap Pak Prabowo. Selama tidak ada sanksi maupun konsekuensi, dari implikasi penolakan penandatanganan itu, maka sulit kita menyebutnya sebagai paksaan," tutur Lukman.
Permasalahannya terkait ideologi partai, PPP menugaskan Majelis Permusyawaratan untuk menjajaki koalisi dengan berbagai pihak dan partai yang visioner. Dimana partai hasil koalisi ini punya komitmen lima tahun ke depan.
"Misalnya, visi bagaimana menyikapi posisi agama ditengah keberagaman dan pluralitas kita? Atau bagaimana menjaga NKRI? Tentang kedaulatan pangan, kita butuh gambaran ke depan," ujar Lukman.
Sebagai salah satu pengurus pusat yang hadir dalam pertemuan di Hotel JS Luwansa itu, Lukman menjelaskan, saat itu SDA hanya membuka acara, memberikan laporan singkat terkini soal perpolitikkan dan posisi PPP.
Selain itu, ia membeberkan apresiasinya terhadap Prabowo. Setelah itu, SDA meminta tanggapan dari masing-masing daerah yang bunyinya nyaris senada dengan apa yang diimbau oleh SDA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News