kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Soal hakim MK, Presiden disarankan banding PTUN


Selasa, 24 Desember 2013 / 12:32 WIB
Soal hakim MK, Presiden disarankan banding PTUN
ILUSTRASI. Contoh kamar mandi warna hijau sage. Foto: Instagram @emilykennedyphoto


Reporter: Ferry Hidayat | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta yang membatalkan Keputusan Presiden (Keppres) No 78/P tentang pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida sebagai hakim konstitusi, masih dimungkinkan dilakukan upaya banding dari pihak Presiden maupun dari kedua hakim tersebut. Hal itu diungkapkan Ketua Komisi III DPR Pieter C. Zulkifli mengatakan,

"Putusan tersebut masih dimungkinkan dilakukan upaya hukum baik oleh Presiden maupun oleh hakim konstitusi sebagai tergugat intervensi," kata Pieter kepada wartawan, Selasa (24/12).

Oleh karenanya, menurut Pieter, keputusan hakim tersebut saat ini masih belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, sebab pihak tergugat, dalam hal ini hakim konstitusi dan Presiden belum menentukan sikap, menerima atau akan mengajukan upaya banding.

"Kedua hakim konstitusi tersebut masih dapat menjalankan tugas-tugasnya, sebaliknya jika tergugat menerima maka akan dilakukan eksekusi, karena itu sebaiknya kita menunggu sikap Presiden dan hakim konstitusi Maria F dan Patrialis Akbar," lanjut Pieter.

Pieter berharap bahwa gugatan yang ingin menganulir keputusan presiden tersebut, jangan sampai ditumpangi oleh kepentingan politik dari pihak tertentu. Sebab, aspek keadilan harus dikedepankan dalam hukum, bukan politik.

Sebelumnya, PTUN DKI Jakarta membatalkan Keppres terkait pengangkatan Patrialis dan Maria sebagai hakim MK. Pihak penggugat yang mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi menilai ada proses yang salah dalam pengangkatan calon hakim konstitusi.

Koalisi juga berpendapat, penunjukan Patrialis cacat hukum. Padahal, Pasal 19 UU Nomor 24 Tahun 2003 menyatakan pencalonan hakim konstitusi harus dilaksanakan secara transparan, partisipatif, dan harus dipublikasikan kepada masyarakat.

Keppres itu dinilai melanggar UU MK Pasal 15, Pasal 19, dan Pasal 20 Ayat (2) soal integritas calon sebagai negarawan yang menguasai konstitusi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×