kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Skema pajak perlu pertimbangkan aspek keadilan


Selasa, 15 Agustus 2017 / 20:45 WIB
Skema pajak perlu pertimbangkan aspek keadilan


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pemerintah menilai bahwa skema tarif pajak di Indonesia selama ini sudah mencerminkan asas keadilan. Namun, kebijakan dan administrasi pajak belum optimal dalam mengurangi ketimpangan pendapatan.

Untuk Pajak Penghasil (PPh) individu sendiri, Indonesia punya empat layer tarif. Bagi yang memiliki penghasilan hingga Rp 50 juta per tahun adalah 5%. Sementara yang berpenghasilan di atas Rp 50 juta, tetapi di bawah Rp 250 juta, tarifnya 15%.

Namanya progresif, maka tarifnya terus membesar. Bagi yang berpenghasilan di atas Rp 250 juta, tetapi di bawah Rp 500 juta, tarifnya adalah 25%. Sementara tarif penghasilan di atas Rp 500 juta adalah 30%.

 Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam melihat bahwa perlu juga mempertimbangkan seberapa pembagian kelompok dan beban tarifnya telah mencerminkan aspek keadilan.

“Ada baiknya dilakukan perhitungan secara mendetail mengenai tax burden dan dampaknya baik bagi penerimaan, distribusi pendapatan, serta bagaimana struktur tersebut tetap menjamin pertumbuhan ekonomi,” katanya kepada KONTAN, Selasa (15/8).

Ia mengatakan, selain Indonesia banyak negara kini juga menghadapi persoalan mengenai ketimpangan distribusi pendapatan. Cara yang pada umumnya dilakukan untuk memastikan kesetaraan tersebut dilakukan dengan melalui penegakan hukum serta fokus pada PPh atas orang kaya, misalkan dengan membuat unit khusus yang menangani WP OP besar atau dengan mengenakan pajak kekayaan atau pajak warisan.

“Untuk Indonesia, persoalan mengenai ketimpangan maupun optimalisasi penerimaan pajak orang kaya sejatinya bukan terletak pada tarif tapi bagaimana memastikan orang-orang kaya membayar dan melaporkan kewajiban pajaknya dengan benar. Tanpa adanya pembenahan tersebut, kebijakan merubah struktur tarif tidak akan berdampak besar,” katanya.

Walau demikian, menurut Darussalam, memajaki orang kaya memiliki tantangan yang tidak sedikit. Fakta bahwa orang kaya biasanya memiliki akses yang lebih baik kepada sektor keuangan yurisdiksi lain, konsultan keuangan, maupun saluran politik adalah beberapa tantangan tersebut.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa skema tarif pajak di Indonesia sudah mencerminkan asas keadilan. Namun, persoalannya selama ini adalah pada kemampuan pemerintah menghimpun pajak, terutama pada kelompok terkaya.

“Masalahnya lebih pada kemampuan menghimpun, bukan pada tarifnya. Tarif sudah menggambarkan progresivitas,” katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×