kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.705.000   1.000   0,06%
  • USD/IDR 16.290   30,00   0,18%
  • IDX 6.750   -53,40   -0,78%
  • KOMPAS100 997   -8,64   -0,86%
  • LQ45 770   -6,78   -0,87%
  • ISSI 211   -0,72   -0,34%
  • IDX30 399   -2,48   -0,62%
  • IDXHIDIV20 482   -1,69   -0,35%
  • IDX80 113   -1,02   -0,90%
  • IDXV30 119   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 131   -0,75   -0,57%

Skema pajak perlu pertimbangkan aspek keadilan


Selasa, 15 Agustus 2017 / 20:45 WIB
Skema pajak perlu pertimbangkan aspek keadilan


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pemerintah menilai bahwa skema tarif pajak di Indonesia selama ini sudah mencerminkan asas keadilan. Namun, kebijakan dan administrasi pajak belum optimal dalam mengurangi ketimpangan pendapatan.

Untuk Pajak Penghasil (PPh) individu sendiri, Indonesia punya empat layer tarif. Bagi yang memiliki penghasilan hingga Rp 50 juta per tahun adalah 5%. Sementara yang berpenghasilan di atas Rp 50 juta, tetapi di bawah Rp 250 juta, tarifnya 15%.

Namanya progresif, maka tarifnya terus membesar. Bagi yang berpenghasilan di atas Rp 250 juta, tetapi di bawah Rp 500 juta, tarifnya adalah 25%. Sementara tarif penghasilan di atas Rp 500 juta adalah 30%.

 Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam melihat bahwa perlu juga mempertimbangkan seberapa pembagian kelompok dan beban tarifnya telah mencerminkan aspek keadilan.

“Ada baiknya dilakukan perhitungan secara mendetail mengenai tax burden dan dampaknya baik bagi penerimaan, distribusi pendapatan, serta bagaimana struktur tersebut tetap menjamin pertumbuhan ekonomi,” katanya kepada KONTAN, Selasa (15/8).

Ia mengatakan, selain Indonesia banyak negara kini juga menghadapi persoalan mengenai ketimpangan distribusi pendapatan. Cara yang pada umumnya dilakukan untuk memastikan kesetaraan tersebut dilakukan dengan melalui penegakan hukum serta fokus pada PPh atas orang kaya, misalkan dengan membuat unit khusus yang menangani WP OP besar atau dengan mengenakan pajak kekayaan atau pajak warisan.

“Untuk Indonesia, persoalan mengenai ketimpangan maupun optimalisasi penerimaan pajak orang kaya sejatinya bukan terletak pada tarif tapi bagaimana memastikan orang-orang kaya membayar dan melaporkan kewajiban pajaknya dengan benar. Tanpa adanya pembenahan tersebut, kebijakan merubah struktur tarif tidak akan berdampak besar,” katanya.

Walau demikian, menurut Darussalam, memajaki orang kaya memiliki tantangan yang tidak sedikit. Fakta bahwa orang kaya biasanya memiliki akses yang lebih baik kepada sektor keuangan yurisdiksi lain, konsultan keuangan, maupun saluran politik adalah beberapa tantangan tersebut.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa skema tarif pajak di Indonesia sudah mencerminkan asas keadilan. Namun, persoalannya selama ini adalah pada kemampuan pemerintah menghimpun pajak, terutama pada kelompok terkaya.

“Masalahnya lebih pada kemampuan menghimpun, bukan pada tarifnya. Tarif sudah menggambarkan progresivitas,” katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×