Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Polemik penetapan upah minimum yang berulang setiap tahun dan kerap berujung pada perubahan regulasi dinilai menunjukkan kegagalan pemerintah dalam membangun sistem pengupahan yang berkelanjutan (sustain).
Pengamat Ketenagakerjaan dari Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menilai Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tidak mampu menjembatani kepentingan buruh dan pengusaha.
Timboel menyebut, beleid pengupahan yang kerap berubah disebabkan setidaknya oleh empat faktor utama yang saling berkaitan.
Baca Juga: Mentan Amran Tegaskan Tak Ada Tolerasi bagi Pengusaha yang Oplos Beras Premium
"Pemerintah sendiri masih belum memiliki konsepsi sistem pengupahan yang bisa menyejahterakan buruh (upah riil tetap terjaga) dan menjaga keberlangsungan usaha (upah tidak memberatkan pengusaha)," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (7/11/2025).
Timboel menilai, pemerintah masih terlalu fokus pada upah sebagai satu-satunya pendukung daya beli.
Padahal, subsidi terhadap pengeluaran kebutuhan pokok pekerja dan keluarganya, seperti yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta dengan program diskon pembelian kebutuhan pokok, jauh lebih efektif.
Faktor kedua, lanjut dia, pemerintah dianggap lambat merespons putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang seharusnya menjadi norma hukum untuk dimasukkan dalam regulasi.
Ketiga, pemerintah tidak mampu menegakkan hukum tentang pelaksanaan struktur skala upah. Timboel menjelaskan, upah minimum (UM) sejatinya hanya untuk pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun.
Baca Juga: Buruh Tuntut Kenaikan Upah 10,5% pada 2026, Apindo Bilang Begini
Jika struktur skala upah ditegakkan, pekerja dengan masa kerja lebih dari satu tahun akan mengacu pada skala tersebut, sehingga UM tidak menjadi polemik tahunan.
"Kalau struktur skala upah bisa ditegakkan maka upah minimum tidak menjadi polemik tahunan, karena pekerja dengan masa kerja satu tahun lebih akan mengacu pada struktur skala upah," tegasnya.
Faktor terakhir, tekanan dari serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) yang kerap merespons kebijakan dengan ancaman mogok, seringkali ditanggapi dengan kegamangan oleh Pemerintah.
Menurutnya, Kemenaker seharusnya berani bersikap dan membangun komunikasi intensif sejak awal.
Baca Juga: Koalisi Buruh Tetap Minta Upah Minimum Naik 8,5% – 10,5%, Ancam Gelar Demo
Lebih lanjut, Timboel menyarankan, perhitungan upah ke depan harus mengacu pada putusan MK, yakni berbasis inflasi dan pertumbuhan ekonomi provinsi, serta menghitung 64 item Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Selain itu, kata dia, Pemerintah Pusat dan Pemda harus berani mengalokasikan dana untuk mensubsidi biaya hidup pekerja dengan upah sebatas upah minimum hingga 15% di atasnya. Yang paling krusial, Pemerintah harus tegas mengawasi pelaksanaan struktur skala upah.
"Lalu yang sangat penting pemerintah tegas untuk mengawasi pelaksanaan struktur skala upah," pungkasnya.
Selanjutnya: Kinerja Telkomsel Lagi-Lagi Mendorong TLKM dan Harga Saham
Menarik Dibaca: Promo Alfamart Noodle Fair 1-15 Desember 2025, Beli 2 Gratis 1 Nong Shim Ramyun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













