Reporter: Noverius Laoli | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Sengketa hukum PT Dextam Contractors melawan Shimizu Corporation di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memasuki babak baru. Setelah berhasil menangkis dua dari tiga gugatan Dextam, Shimizu harus tetap berhadapan dengan perusahaan kontraktor lokal tersebut di pengadilan. Soalnya sengketa dengan perkara No. 215/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst masih berlanjut dan saat ini tahap pembuktian.
Dalam perkara ini, PN Jakarta menolak eksepsi Shimizu dan menyatakan PN Jakarta Pusat berwenang memeriksa dan melanjutkan perkara tersebut. Atas putusan itu, kuasa hukum Shimizu, Todung Mulya Lubis mengatakan perkara ini berpotensi menghambat pembangunan proyek Mass Rapid Transit (MRT). Soalnya dalam gugatannya, Dextam menuntut agar Shimizu dikeluarkan dari konsorsium pembangunan MRT.
Alasannya, Shimizu dituding melakukan wanprestasi atau ingkar janji karena tidak mengajak Dextam, selaku perusahaan Join Venture Agreement (JVA) yang didirikannya, dalam proyek-proyek yang dikerjakan Shimizu. Padahal dalam proyek ini, Shimizu sebagai pemimpin konsorsium pembangunan MRT.
"Perkara No.215 ini harus disikapi dengan sangat serius. Kami berharap hakim dapat melihat secara jernih kepentingan nasional. Khususnya dalam proses penyelesaian proyek MRT," ujar Todung, Rabu (24/9).
Ia bilang, masalah hukum antara Dextam dengan Shimizu bisa menjadi hambatan secara hukum bagi Shimizu membangun MRT. Todung menuding, Dextam ini berupaya menghalangi proyek pembangunan MRT. Sebab bila gugatan Dextam dikabulkan yakni dikeluarkannya Shimizu dalam konsorsium MRT, maka proyek MRT bisa macet. Apalagi Dextam menjadikan Gubernur DKI Joko Widodo sebagai turut tergugat, padahal tidak ada hubungannya dengan perkara tersebut.
Maka sudah jelas niat Dextam ingin menghakangi Shimizu dalam mengerjakan proyek besar tersebut. Kendati begitu, Todung masih optimis majelis hakim mempertimbangkan kepentingan nasional dalam memutus perkara ini.
Atas pernyataan ini, kuasa hukum Dextam Aldy Dio Bayu belum memberi komentar. "Saya masih meeting, nanti saya sampaikan tanggapan," ujarnya.
Dalam sengketa ini, Dextam menuding Shimizu melakukan wanprestasi atau ingkar janji terkait kerjasama Join Venture Agreement (JVA) yang mengatur kerjasama dalam bidang jasa konstruksi dan pembangunan untuk jangka waktu 30 tahun. Namun dalam perjalanan waktu, Shimizu justru tidak mengandeng Dextam dalam setiap proyek konstruksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News