Reporter: Noverius Laoli | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Perusahaan kontraktor, PT Dextam Contractors tengah bersengketa dengan perusahaan asal Jepang Shimizu Corporation dan PT Mid Plaza Prima. Keduanya digugat sebagai tergugat satu dan dua di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara. 213/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst. Dextam menuding kedua perusahaan tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) karena tidak menepati janjinya.
Kuasa hukum Dextam, Aldy Dio Bayu mengatakan, sengketa ini berawal ketika Dextam bekerjasama dengan Shimizu dalam berbagai proyek konstruksi sejak tahun 1974 sampai 2004. Nah, pada tahun 1988 dan 1993, keduanya membuat kontrak untuk pembangunan proyek Mid Plaza I dan II di Jakarta.
Keduanya juga menyepakati suatu prosedur yang isinya, bahwa setiap kali ada pembayaran yang belum selesai dilakukan, maka pemilik gedung dapat membayar dengan menggunakan kompensasi lain dalam bentuk unit bangunan. "Prosedur itu berdasarkan nota kesepahaman (MoU) yang diteken pada 1 Februari 1995," ujar Aldy saat ditemui di PN Jakarta Pusat, Selasa (5/8).
Dalam MoU tersebut disepakati, Dextam mendapat dua kantor di Gedung Mid Plaza II yakni lantai 4 dan 5. Namun ada kekecualian untuk unit lantai 4, Shimizu masih mewajibkan Dextam masih membayar service charge kepada Mid Plaza Prima. Hal itu sempat diprotes Dextam karena tidak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya dalam MoU. Namun perusahaan asal Negeri Sakura tersebut mengatakan status Dextam hanya sebagai penyewa untuk lantai tersebut, maka perlu membayar uang sewa.
Karena ada ketidakcocokan dengan isi kesepakatan, Dextam memutuskan tidak membayar lagi service charge. Namun meskipun tidak membayar, tapi tidak ada pengusiran dari Mid Plaza sebagai pemilik gedung. Karena itu, Aldy bilang, pihaknya menduga ada penggelapan properti yang dilakukan Shimizu dalam kasus tersebut.
Karena itu, Dextam menggugat Shimizu telah melakukan PMH lantaran tidak dapat memberikan dasar yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum untuk menjelaskan mengapa Dextam harus melakukan pembayaran service charge sejak tahun 1995 sampai tahun 2012 kepada Mid Plaza. Akibat PMH yang dilakukan Shimizu, Dextam mengaku mengalami kerugian sebesar US$ 16 juta.
Terkait gugatan tersebut, pihak Shimizu telah menyerahkan jawaban yang isinya menyatakan PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Soalnya sengketa yang ditimbulkan ini harusnya diadili di Pengadilan Arbitrase berdasarkan isi perjanjian kontrak. Adi Putra, kuasa hukum Shimizu menolak menjelaskan lebih lanjut terkait pembelaannya dalam sengketa tersebut. "Saya tidak berwenang memberikan keterangan," elaknya.
Sengketa ini sekarang telah memasuki agenda putusan sela terkait apakah PN Jakarta Pusat berwenang mengadili atau tidak atas perkara ini. Putusan sela ini seharusnya dibacakan pada hari Selasa (5/8), namun Ketua Majelis hakim Ibnu Basuki Widodo menunda pembacaan putusan hingga pekan depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News