kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.774   -14,00   -0,09%
  • IDX 7.460   -19,91   -0,27%
  • KOMPAS100 1.153   -1,43   -0,12%
  • LQ45 914   0,41   0,05%
  • ISSI 225   -1,12   -0,49%
  • IDX30 472   0,95   0,20%
  • IDXHIDIV20 569   1,36   0,24%
  • IDX80 132   0,02   0,01%
  • IDXV30 140   0,92   0,66%
  • IDXQ30 157   0,24   0,16%

Setelah infrastruktur, pemerintahan terpilih harus fokus pada investasi dan ekspor


Minggu, 21 April 2019 / 16:28 WIB
Setelah infrastruktur, pemerintahan terpilih harus fokus pada investasi dan ekspor


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hasil hitung cepat pemilihan presiden 2019 sejumlah lembaga survei mengunggulkan pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin. Bila terbukti, bagi Jokowi ini merupakan periode kedua pemerintahannya. Menilik hasil kerja pada periode I, Jokowi gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi 7%.

Kendati demikian, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira melihat, selama pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla situasi global memang sedang tidak berpihak ke Indonesia.

"Harga komoditas rendah, harga sawit, karet dan batubara selama 2015-2016 rendah. Karena kita masih bergantung pada harga komoditas olahan primer dan komoditas mentah sehingga sangat berpengaruh ke kinerja ekspor," jelas Bhima saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (21/4).

Kondisi tersebut menyebabkan salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi melempem yaitu kinerja ekspor. Kondisi ini dapat dilihat melalui hasil neraca dagang sepanjang 2018 yang defisit US$ 8,57 miliar. Meskipun pada tahun-tahun sebelumnya neraca dagang justru surplus. Misalnya pada tahun 2016 dan 2017 masing-masing surplus US$ 8,78 miliar dan US$ 11,84 miliar.

Perlambatan ekonomi global juga menyebabkan kinerja investasi melambat. Terutama realisasi investasi asing yang pada tahun lalu tak mencapai target atau hanya 82,3% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 477,4 triliun. Bahkan secara keseluruhan pertumbuhan investasi melempem. Yakni, hanya tumbuh 4,1% bila dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh dua digit.

"Ekspor kita turun, investasi rendah akan berakibat pada konsumsi rumah tangga," ujar Bhima.

Kondisi tersebut menyebabkan konsumsi rumah tangga stagnan hanya tumbuh di level 5% meskipun inflasi terhitung rendah dan terkendali. Adapun, masyarakat kelas menengah atas cenderung menahan konsumsi untuk belanja. Hal ini terlihat dari penurunan property di atas Rp 1 miliar sepanjang 2016-2017. DI sisi lain masyarakat kelas menengah bawah daya belinya tergerus karena pencabutan subsidi listrik di masa awal pemerintahan Jokowi-JK.

Tantangan ke depan

Dengan tantangan global yang belum reda, apalagi sejumlah lembaga internasional memprediksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global, Bhima memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang lima tahun ke depan dikisaran 5,2% hingga 5,3%. "Karena tantangan global maupun domestik cukup berat," jelas dia.

Menurut Bhima, bila Jokowi terpilih lagi, dalam periode keduanya nanti, perlu fokus pada investasi dan ekspor. Dari segi investasi pemerintah perlu mengevaluasi kinerja online single submission (OSS) yang belum terintegrasi antara pusat dengan daerah. Sedangkan dari sisi ekspor pemerintah masih perlu membuka pasar non tradisional seperti Afrika, Eropa Timur, Rusia dan Amerika Latin.

"Itu perlu peran duta besar dan atase perdagangan di negara penempatan," imbuh dia. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan industrialisasi dan mendorong sektor pariwisata.

Terkait paket kebijakan ekonomi, menurut Bhima, pada periode kedua ini merupakan waktu yang tepat untuk evaluasi. Antara lain terkait perluasan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) yang hingga saat ini efeknya masih terbatas, serta insentif fiskal di kawasan ekonomi khusus yang belum berkorelasi positif dengan besarnya investasi yang masuk.

Terakhir, Bhima mengapresiasi pembangunan infrastruktur sepanjang pemerintahan Jokowi-JK. Hanya saja peran BUMN dalam pembangunan ini terlalu dominan sehingga tidak ada ruang bagi sektor swasta. "Ini yang membuat multiplier effect infrastruktur agak kurang membantu pertumbuhan ekonomi," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×