Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) di tingkat pertama telah selesai. Tahap selanjutnya adalah, menedengar pandangan minifraksi untuk ditetapkan sebagai keputusan tahap pertama di Komisi XI.
RUU ini sebetulnya sudah mulai diajukan pemerintah sejak tahun 2008, artinya delapan tahun yang lalu. Munculnya ide keberadaan beleid ini, supaya pemerintah memiliki payung hukum yang jelas mengenai protokol pengambilan keputusan ketika krisis.
Dalam pembahasan terakhir, pemerintah dan Komisi XI DPR-RI menyepakati sejumlah hal, mengenai substansi beleid tersebut. Terutama menyangkut tidak dilibatkannya dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam penanganan krisis terhadap Bank Sistemik,
Beleid ini juga lebih mengedepankan penggunaan skema bail ini, yaitu mendorong peran industri dalam mencegah dan menangani krisis sistem keuangan. Bahkan, ruang bagi presiden untuk memberikan bantuan langsung menggunakan dana APBN juga ditutup rapat, sebab dalam RUU tersebut tidak dimungkinkan bagi presiden untuk mengambil keputusan di luar rekomendasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Satu-satunya ruang bagi presiden hanyalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
"Kami sudah optimal membahas RUU ini, sudah memasuki berbagai pertimbangan politis dan teknis," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Jumat (11/3) di Jakarta.
Bambang mengakui, hasil akhir RUU ini sangat jauh berbeda dengan usulan ketika pertama kali diusulkan tahun 2008 lalu. Hal itu bisa dimaklumi, sebab kondisi tahun 2008 dan sekarang berbeda. Saat ini semangata penanganan krisis memang bukan dengan cara bail out.
Seluruh dunia, memandang penbdekatan penanganan krisis harus mengedepankan skema bail in. "Ini bicara penguatan sektor keuangan itu sendiri," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News