Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
Setali tiga uang, Kemenkeu musti merevisi APBN 2020 baik dari sisi pendapatan, belanja, pembiayaan, maupun asumsi outlook makro ekonomi. Maka dari itu keluarlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 sebagai respon kebijakan pemerintah menghadapi dampak Covid-19.
Kemudian diturunkan menjadi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 sebagai postur revisi APBN 2020. Ada pula Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 sebagai payung hukum pemulihan ekonomi nasional.
Menkeu juga curhat, dalam kondisi normal, penyusunan APBN memakan waktu delapan hingga sembilan bulan. Nah, karena pandemi, pemerintah dituntut meramu revisi APBN tahun ini dengan lebih cepat.
“Carena Covid-19, kita ditantangan untuk merespons dampak Covid-19 melalui APBN revisi jadi dalam hitungan minggu,” ujar Menkeu.
Baca Juga: Sri Mulyani prediksi konsumsi rumah tangga di kuartal II tak akan bertumbuh
Padahal di tahun lalu, ada optimisme ekonomi dalam negeri yang lebih sehat. Keseimbangan primer diproyeksikan sehat pada 2020. Hanya saja, karena pandemi penerimaan negara melorot, sementara belanja negara membengkak.
“Sejak aktivitas ekonomi mulai terhenti, penerimaan pajak mengalami tekanan. Dari bea cukai, ada pertimbangan harus memfasilitasi impor alat kesehatan dan membatasi ekspor untuk kebutuhan dalam negeri. Ditambah kondisi market yang bergejolak,” kata Sri Mulyani.
Informasi saja, Kemenkeu menganggarkan penangan Covid-19 sebesar Rp 695,2 triliun. Dana tersebut diperuntukkan bagi sektor kesehatan Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial sebesar Rp 203,9 triliun, insentif usaha senilai Rp 120,61 triliun, UMKM sebesar Rp 123,36 triliun, pembiayaan korporasi sejumlah Rp 53,57 triliun, dan sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda yakni Rp 106,11 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News