kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Selama satu dekade, pemerintah menyuntik Rp 186,47 triliun ke BUMN


Selasa, 09 Februari 2021 / 09:49 WIB
Selama satu dekade, pemerintah menyuntik Rp 186,47 triliun ke BUMN
ILUSTRASI. Pemerintah mengalokasikan PMN pertama kali pada 2010 yakni sebesar Rp 5,8 triliun dan Rp 239 miliar dalam bentuk nontunai.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan dalam waktu satu dekade atau sepuluh tahun, pemerintah sudah menyuntik BUMN melalui mekanisme penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 186,47 triliun. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada 2010 hingga 2019 pemberian PMN kepada BUMN dan badan usaha lainnya cenderung fluktuatif, sesuai dengan alokasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menkeu menegaskan, pemberian PMN kepada BUMN bertujuan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan memperbaiki struktur permodalan para perusahaan pelat merah penerima suntikan modal. “Terutama saat BUMN diberikan penugasan pembangunan sangat penting namun internal rate of return (IRR) sangat belum mencukupi sehingga perlu injeksi modal,” kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja bersama Komisi XI, Senin (8/2).

Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah mengalokasikan PMN pertama kali pada 2010 yakni sebesar Rp 5,8 triliun dan Rp 239 miliar dalam bentuk nontunai. Kala itu, pemerintah berharap BUMN bisa menjadi agen pembangunan sehingga bisa berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Seiring berjalannya waktu, suntikan modal pemerintah kepada BUMN meningkat cukup signifikan yakni pada 2015 menjadi Rp 65,62 triliun dan 2016 sebesar Rp 51,9 triliun. “Lima tahun terakhir PMN naik signifikan dengan fokus pada infrastruktur dan BUMN yang jadi motor penggerak perekonomian untuk tingkatkan peran BUMN dari sisi BUMN lakukan below the line yang tujuan bisa ditingkatkan melalui mekansime leverage yang dilakukan BUMN,” ujar Menkeu.

Baca Juga: Sri Mulyani alokasikan pembiayaan investasi Rp 184,46 triliun, untuk apa saja?

Di sisi lain, peningkatan PMN selaras dengan langkah pemerintah untuk mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur yang telah tertinggal lebih dari satu dekade. Dus, kata Menkeu, PMN menjadi hal penting untuk menunjang BUMN melaksanakan pembangun infrastruktur.

“PMN nyaris tidak ada bahkan kondisi perekonomian Indonesia sejak tahun 1997 dan 1998 krisis keuangan Asia dan kemudian sebabkan langkah bailout dari pemerintah untuk hampir seluruh sektor perbankan Indonesia dan sebabkan APBN alami tekanan. Kelihatan sejak tahun 2000-2010 bukan PMN tapi yang dilakukan divestasi untuk kurangi beban utang dari APBN akibat bailout terhadap perbankan tahun 1997-1998,” kata Sri Mulyani.

Sebagai info, tahun ini pemerintah mengalokasikan PMN sebesar Rp 42,48 triliun untuk sembilan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan lembaga.

Pertama, PT PLN sebesar Rp 5 triliun dialokasikan sebagai pendanaan infrastruktur ketenagalistrikan untuk transmisi, gardu induk, dan distribusi listrik pedesaan. Kedua PT Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW) senilai Rp 977 miliar guna pengembangan kawasan industri terpadu (KIT) di Batang.

Ketiga, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebesar Rp 20 triliun alokasi anggaran tersebut diberikan untuk menjaga risk based capital (RBC) 120% suatu lembaga asuransi jiwa baru yang akan menerima polis Jiwasraya yang telah direstrukturisasi.

Baca Juga: Ini 9 BUMN yang akan mendapat suntikan modal pemerintah Rp 42,48 triliun

Menkeu menegaskan, PMN itu mempertimbangkan skema yang telah disampaikan Menteri BUMN kepada Komisi VI DPR RI terkait pembentukan asuransi jiwa baru yaitu sebesar Rp 12 triliun pada 2021, dan Rp 10 triliun pada tahun 2022. 

Keempat, PT Hutama Karya (HK) sebesar Rp 6,2 triliun untuk modal kerja sebagai kompensasi menjalankan proyek pemerintah yakni pembangunan infrastruktur Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) untuk tiga ruas yakni Sigu-Banda Aceh, Kuala Tanjung-Parapat, dan Lubuk Lingga-Bengkulu.

Kelima, PT Pelindo III Rp 1,2 triliun untuk pengembangan Pelabuhan Benoa guna mendukung program Bali Maritime Tourism Hub (BMTH). Keenam, PT PAL sebesar Rp 1,28 triliun guna penyiapan fasilitas produksi kapal selam dan pengadaan peralatan produksinya. 

Ketujuh, PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) sebesar Rp 2,25 triliun untuk penyediaan dana murah jangka panjang kepada peyalur KPR FLPP. Kedelapan, PT LPEI senilai Rp 5 triliun untuk pengadaan pembiayaan, penjaminan, dan asuransi serta penugasan khusus ekspor. 

Kesembilan PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) sebesar Rp 470 miliar untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendukung penyelenggaraan KTT G20 tahun 2022 di TanaMori-Labuan Bajo.

Baca Juga: Rencana pembentukan holding ultra mikro ditanggapi miring Komisi XI DPR

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×