Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan ada tantangan yang akan memengaruhi kinerja industri manufaktur pada tahun 2023. Tantangan tersebut berasal dari ketidakpastian global.
Bendahara negara juga mengingatkan, sudah ada penurunan kinerja manufaktur pada awal kuartal IV-2022, atau pada Oktober 2022.
Bila menilik data Standard and Poor’s (S&P) Global, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur pada bulan Oktober 2022 tercatat 51,8 atau menurun dari 53,7 pada bulan sebelumnya.
Tentu, ini memerlukan perhatian lebih mengingat industri manufaktur merupakan lapangan usaha dengan kontributor terbesar pada pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Dampak Pandemi COVID-19, Pendapatan Sektor Industri di China Merosot
Senada dengan Sri Mulyani, Vice President for Industry and Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani melihat tantangan kinerja industri manufaktur pada tahun 2023. Tantangannya berasal baik dari kondisi global maupun peristiwa di dalam negeri.
Dendi pun memerinci risiko industri manufaktur.
Pertama, risiko pelemahan ekonomi global yang berdampak pada pelemahan permintaan di pasar ekspor negara maju.
“Produk manufaktur Indonesia yang berorientasi ekspor ke negara maju bisa terkena dampak pelemahan permintaan global. Seperti, industri sandang, alas kaki, kayu lapir, dan furnitur,” terang Dendi kepada Kontan.co.id, Minggu (27/11).
Kedua, risiko kenaikan upah tenaga kerja. Dengan kenaikan batas minimum upah, maka para buruh akan menuntut kenaikan gaji. Terlebih, di tengah kenaikan inflasi yang relatif tinggi. Industri manufaktur harus merogoh kocek lebih dalam untuk ini.
Baca Juga: Di Tengah Perlambatan Ekonomi, Ini Saran Faisal Basri untuk Industri Asuransi