kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.380.000   40.000   1,71%
  • USD/IDR 16.676   -36,00   -0,22%
  • IDX 8.500   -70,22   -0,82%
  • KOMPAS100 1.177   -10,81   -0,91%
  • LQ45 855   -8,48   -0,98%
  • ISSI 299   -0,95   -0,32%
  • IDX30 442   -5,52   -1,23%
  • IDXHIDIV20 511   -7,12   -1,37%
  • IDX80 132   -1,25   -0,94%
  • IDXV30 136   -0,89   -0,65%
  • IDXQ30 141   -1,74   -1,22%

Restitusi Pajak Melonjak, Bos Pajak: Ada Penunggang Gelap!


Selasa, 25 November 2025 / 14:35 WIB
Restitusi Pajak Melonjak, Bos Pajak: Ada Penunggang Gelap!
ILUSTRASI. Bimo Wijayanto dipanggil Presiden Prabowo Subianto ke Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/5/2025). DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menemukan adanya penyalahgunaan fasilitas restitusi pendahuluan oleh sejumlah wajib pajak.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-BALI. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menemukan adanya penyalahgunaan fasilitas restitusi pendahuluan oleh sejumlah wajib pajak.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengungkap temuan tersebut sebagai "penunggang gelap" yang memanfaatkan celah prosedur restitusi tanpa transaksi sesungguhnya.

"Tapi juga memang kami juga menemukan ada penunggang gelap di restitusi pendahuluan," ujar Bimo dalam acara Media Gathering di Bali, Rabu (25/11).

Menurut Bimo, fasilitas restitusi pendahuluan sejatinya diberikan untuk mempercepat arus kas bagi wajib pajak patuh, terutama sejak masa pandemi Covid-19. Namun dalam praktiknya, sebagian pihak justru mencoba mengambil keuntungan dengan cara fiktif.

Baca Juga: Ditjen Pajak Gandeng Jepang Hingga Korea Selatan untuk Kejar Pengemplang Pajak

"Penunggang gelap itu seperti apa? Ya kita ketemu dan kita tindak. Misal tidak semua ya, tetapi ada juga virtual office. Yang keberadaan usahanya itu tidak konsisten dengan bisnis yang dia klaim sebagai bisnisnya dia," katanya.

Setelah ditelusuri, Bimo menemukan pola yang disebut sebagai modus TBTS (Tidak Berdasarkan Transaksi Sesungguhnya) atau fiktif. 

Modus ini dilakukan dengan membuat transaksi dan aktivitas usaha yang tidak nyata untuk mengajukan restitusi pajak.

"Ini tidak berdasarkan transaksi yang sesungguhnya. Jadi fiktif lah. Tentu ini sedang kita dalami," terang Bimo.

Bimo menambahkan bahwa fenomena peningkatan restitusi dalam beberapa periode terakhir tidak hanya disebabkan oleh modus tersebut, tetapi juga oleh faktor ekonomi seperti anjloknya harga komoditas, terutama batu bara. 

Ketika harga komoditas turun jauh dari level 2022–2023, banyak perusahaan mengalami kelebihan bayar pajak sehingga mengajukan restitusi pada tahun berikutnya.

Selain itu, perubahan regulasi yang menetapkan batu bara sebagai barang kena pajak (BKP) melalui Undang-Undang Cipta Kerja juga membuat wajib pajak dapat mengkreditkan pajak masukan, sehingga meningkatkan potensi restitusi.

Berdasarkan data DJP, realisasi restitusi pajak hingga Oktober 2025 mencapai 36,4% secara tahunan, atau mencapai Rp 340,52 triliun, dari periode sama tahun lalu sebesar Rp 249,59 triliun.

Ini terdiri dari restitusi pajak penghasilan (PPh) Badan Rp 93,80 triliun atau tumbuh 80% dari periode sama tahun lalu.

Kemudian, dari pajak pertambahan nilai (PPN) Dalam Negeri Rp 238,86 triliun atau tumbuh 23,9% dari periode sama tahun lalu.

Terakhir, jenis pajak lainnya mencapai Rp 7,87 triliun atau naik 65,7% dari periode sama tahun lalu.

Baca Juga: Dirjen Pajak: 463 Wajib Pajak Nakal Bakal Diperiksa, Diduga Manipulasi Data Ekspor

Selanjutnya: Dorong Transformasi Transportasi Cerdas, IITS 2025 Siap Digelar Pekan Ini

Menarik Dibaca: Promo Sociolla Payday 25 November-3 Desember, Cushion-Sunscreen Diskon sampai 70%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×