Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sejumlah kebijakan yang dijalankan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa di awal kepemimpinannya dinilai belum sepenuhnya tepat secara momentum atau kondisi perekonnomian.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mencontohkan, terkait kebijakan Purbaya yang pemindahan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 200 triliun yang disimpan di Bank Indonesia (BI) sebagai bentuk injeksi likuiditas. Menurut Yusuf, kebijakan tersebut tidak diambil pada waktu yang tepat.
“Misalnya, permintaan terhadap kredit pada periode itu justru sedang melambat. Selain itu, angka undisbursed loan (pinjaman yang sudah disetujui tetapi belum terealisasi) di dalam negeri masih cukup tinggi,” tutur Yusuf kepada Kontan, Minggu (26/9/2025).
Baca Juga: Pro Kontra Kepemimpinan Menkeu Purbaya, Terlalu Campuri Urusan K/L Lainnya
Berdasarkan catatan Bank Indonesia, kredit perbankan per September 2025 hanya tumbuh 7,70% secara tahunan atau year on year (YoY). Capaian ini tumbuh terbatas dari 7,56% YoY pada bulan Agustus 2025. Padahal bank sentral telah melakukan pemangkasan suku bunga sebanyak 150 basis poin (bps) sejak September 2024 atau menjadi di level 5,75%.
Kemudian, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit menganggur (undisbursed loan) di perbankan tercatat senilai Rp 2.304 triliun per Juni 2025. Capaian tersebut naik dari periode sama tahun lalu yang baru mencapai Rp 2.152 triliun.
Melihat data tersebut kata Yusuf, menunjukkan bahwa persoalan utama bukan terletak pada kurangnya likuiditas di perbankan, melainkan minimnya permintaan kredit dari sektor riil. Dengan demikian, kebijakan injeksi likuiditas dalam jumlah besar menjadi kurang efektif karena tidak menjawab permasalahan mendasar.
Hal serupa juga perlu diperhatikan adalah terkait kebijakan Dana Desa sebagai jaminan Koperasi Desa Merah Putih. Harapannya, ketika kebijakan terkait dijalankan, Kementerian Keuangan dapat mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh, termasuk potensi pengaruh terhadap alokasi dana desa.
Yusuf membeberkan, sebagai pengelola fiskal, Kementerian Keuangan perlu berperan sebagai penyaring (filter) terhadap kebijakan yang berkaitan dengan operasional Koperasi Desa Merah Putih.
Misalnya, apabila pemerintah berencana menjadikan dana desa sebagai jaminan pembiayaan, pelaksanaannya sebaiknya tidak dilakukan secara masif. Selain itu, Yusuf juga menilai, kebijakan tersebut bisa dimulai dengan uji coba di beberapa titik koperasi Desa Merah Putih yang dipilih secara selektif, kemudian dievaluasi secara berkala.
“Evaluasi ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak menimbulkan risiko bagi keuangan negara dan benar-benar memberikan dampak positif bagi perekonomian desa,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Yusuf juga menyoroti terkait Menkeu Purbaya yang mencampuri pengelolaan dana Kementerian/Lembaga lain. Purbaya menyebut akan mengalihkan anggaran k/L yang tidak terserap atau realisasinya lambat.
Yusuf menilai, Kementerian Keuangan memang memiliki peran strategis sebagai bendahara negara, sehingga secara alami akan beririsan dengan tugas dan fungsi K/L. Namun demikian, dalam konteks tugas dan fungsi pokok (tupoksi), perlu ada batas yang tegas antara kewenangan Kementerian Keuangan dan kementerian atau lembaga lain.
Kementerian Keuangan berperan memastikan agar serapan anggaran dapat dilakukan tepat waktu, sekaligus menjaga agar pelaksanaan program pemerintah tetap sejalan dengan target pembangunan yang telah ditetapkan dalam tahun anggaran berjalan.
Selain itu, ia juga mengingatkan agar rencana pemangkasan anggaran K/L tersebut perlu dikaji dan dikomunikasikan secara matang. Kebijakan pemangkasan anggaran di tengah tahun anggaran berjalan dinilai berpotensi menurunkan realisasi belanja pemerintah.
“Sebab, beberapa program atau kegiatan yang telah direncanakan bisa terdampak oleh pengurangan anggaran tersebut,” jelasnya.
Oleh karena itu, Yusuf menilai, Kementerian Keuangan perlu berhati-hati dalam merumuskan dan menyosialisasikan kebijakan tersebut. Proses komunikasi dan koordinasi yang intensif dengan K/L terkait, dinlai menjadi penting agar kebijakan yang diambil tidak justru menghambat pelaksanaan program pemerintah dan pencapaian target pembangunan nasional.
Baca Juga: Pekerja Berpenghasilan Rentan Diusulkan Dapat BPJS Ketenagakerjaan Gratis
Selanjutnya: Premi Reasuransi Tugure Naik 2% hingga Kuartal III-2025
Menarik Dibaca: IHSG Diperkirakan Terkoreksi, Ini Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (27/10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













