Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pihaknya belum pernah diajak berdiskusi perihal batalnya penurunan tarif PPh badan.
Hariyadi menilai, saat pemerintah mengumumkan penurunan tarif PPh badan secara bertahap pada 2020 lalu, banyak pengusaha yang sudah menyusun roadmap. Harapannya, dengan uang yang bisa dihemat dari pengurangan pajak, bisa dinvestasikan atau dialokasikan perusahaan untuk mengembangkan bisnis.
“Berarti ini kan larinya ke negara, buat kebutuhan negara. Ya sebetulnya dalam kondisi masih terdampak pandemi (tahun depan) akan sangat membantu cashflow,” kata Hariyadi kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu.
Ia juga menekankan, rencana kebijakan tersebut akan berdampak terharap daya saing investasi Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Maklum tarif PPh Badan di Indonesia cenderung lebih tinggi di bandingkan negara lain.
Misalnya India, yang mengenakan tarif sebesar 15%-17,01% untuk perusahaan manufaktur domestik yang telah berdiri sejak 1 Oktober 2019. Meskipun secara umum tarif PPh Badan yang berlaku di India sebesar 25%.
Baca Juga: PTKP bakal jadi penentu NIK menjadi NPWP, berikut penjelasannya
Namun demikian, Apindo tetap mendukung kebijakan yang telah dirancang oleh pemerintah bersama Komisi XI DPR RI. Sebagai kompensasi, ia berharap, pemerintah dapat memastikan iklim investasi tetap berjalan lancar.
“Yang terpenting adalah pengendalian pandemi yang menyebabkan adanya PPKM yang menyebabkan penurunan daya beli. Pandemi masalah utama, tarif pajak masih bisa dihitung, kalau rugi juga ga ada pajak yang dibayar,” ujar dia.
Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira optimistis, agenda pengampunan pajak tahun depan akan diminati oleh para wajib pajak. Sebab, tarif yang ditawarkan dinilai cukup menarik dan jauh lebih rendah daripada tarif PPh OP tertinggi yang berlaku saat ini sebesar 30%.
Kendati demikian, Anggawira mengatakan, sebaiknya para alumni tax amnesty tak diperkenakan untuk mengikuti program tersebut. Karenanya, pengampunan pajak sejatinya hanya dilakukan sekali seumur hidup.
“Sekali pun yang pernah ikut tax amnesty diikut sertakan dalam dalam program ini harusnya tarifnya lebih tinggi daripada peserta yang baru. Logikanya harusnya begitu, yang belum pernah ikut pengampunan pajak tarifnya yang rendah,” kata Anggawira.
Selanjutnya: Hapus klausul AMT dalam RUU HPP, pemerintah dan DPR andalkan tarif PPh Badan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News