Reporter: Hans Henricus | Editor: Edy Can
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) makin leluasa membidik penyelewengan anggaran negara. Sebab, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlibat aktif dalam mengawasi kementerian/lembaga yang mengelola aset dan keuangan negara.
Dari sisi penerimaan, SBY meminta KPK mengawasi Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki deviden besar. "Berikan atensi yang lebih besar kepada yang mengelola aset dan keuangan negara yang besar nilainya," ujar SBY dalam konferensi anti korupsi nasional, Rabu (1/12).
Adapun dari sisi belanja, SBY meminta KPK mengawasi kementerian negara yang memiliki anggaran belanja dalam jumlah besar dan yang menggelar pengadaan barang dan jasa dalam jumlah besar. Khusus untuk pengadaan barang dan jasa, SBY mendesak KPK mengawasi praktik mark up atau penggelembungan anggaran. "Saya melihat penyakit mark up masih ada," kata SBY.
Menanggapi perintah SBY itu, Menteri BUMN Mustafa Abubakar berjanji membuka pintu jika KPK ingin memeriksa lembaganya. "Kami tidak pandang bulu apakah BUMN atau kementerian, silahkan jalan saja," tutur mantan Direktur Utama Perum Bulog itu.
KPK sendiri berharap kementerian/lembaga semakin transparan dalan pengelolaan anggaran negara. Begitu juga dengan pemerintah daerah semakin terbuka dalam pemakaian anggaran.
Salah satu yang mesti dibenahi adalah sistem pengadaan barang dan jasa. Sebab, Wakil Ketua KPK M. Jasin mengatakan mayoritas kasus korupsi berasal dari pengadaan barang dan jasa. "Penyimpangannya masih banyak. Ini yang harus segera disetop," tegasnya.
Makanya, KPK mendorong seluruh kementerian/lembaga maupun instansi pemerintah daerah membuat sistem pengadaan secara elektronik (E-Procurement). Dengan begitu, lembaga anti korupsi ini menyatakan tidak ada lagi pertemuan antara penyedia barang dan jasa dengan pihak panitia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News