Reporter: Agus Triyono | Editor: Edy Can
NUSA DUA. Buruknya infrastruktur sanitasi ternyata berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Setidaknya, 2,5% potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia hilang akibat kondisi tersebut
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Deddy S. Priatna menjelaskan, sanitasi yang buruk sering kali menimbulkan gangguan kesehatan sehingga mempengaruhi dan cenderung menurunkan produktivitas masyarakat Indonesia. Menurutnya, banyak masyarakat harus kehilangan waktu kerja dan sekolah produktif karena anggota keluarganya sakit akibat ketersediaan air bersih dan sanitasi yang tidak memadai.
Bukan hanya itu saja, berdasarkan perhitungan Bappenas, setidaknya satu keluarga harus kehilangan potensi pemasukan sebesar Rp 1,3 juta per tahun. Kehilangan potensi pemasukan itu terjadi akibat uang tersebut untuk berobat. "Bayangkan, berapa besar hilangnya uang tersebut bila sekarang itu ada 70 juta atau 20% masyarakat Indonesia yang hidup dengan infrastruktur sanitasi yang buruk," kata Deddy di sela- sela acara East Asia Ministerial Conference on Sanitation and Hygiene (EASAN) III Nusa Dua, Selasa (11/9).
Direktur Pemukiman dan Perumahan Bappenas Nugroho Tri Utomo menambahkan, buruknya infrastruktur sanitasi di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor. Pertama, adalah kurangnya anggaran dari pemerintah. Dari total kebutuhan anggaran ideal pengadaan infrastruktur sanitasi sebesar Rp 47.000 per kapita per tahun, saat ini pemerintah hanya menganggarkan Rp 5.000 per kapita saja.
Meskipun, jumlah anggaran tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp 4.800 jika dibandingkan dengan anggaran pengadaan infrastruktur sanitasi per kapita per tahun pada periode 1970- 2000- an, Nugroho bilang semua belum bisa membantu banyak. Oleh karena itulah, dia berharap anggaran pengadaan infrastruktur sanitasi tersebut bisa terus bertambah.
Dorongan ini dilakukan karena peran pemerintah daerah dalam pengadaan infrastruktur sanitasi selama ini sangat kecil. Menurut Nugroho, baru satu daerah saja yaitu Ponorogo, yang berani mengalokasikan 7% APBD nya untuk pembangunan infrastruktur sanitasi sedangkan selebihnya masih kecil.
Selama ini kontribusi yang bisa diberikan oleh pemerintah untuk pengadaan infrastruktur sanitasi juga terbatas. Dari total anggaran infrastruktur sanitasi sebesar Rp 56 triliun yang diperlukan selama kurun waktu 2009- 2014, pemerintah pusat hanya mampu menyediakan Rp 26 triliunnya saja. Menurutnya, pemerintah hanya mampu menyediakan Rp 26 triliunnya saja dari total anggaran pengadaan infrastrutur sanitasi sebesar Rp 57 triliun yang dibutuhkan untuk periode 2009- 2014.
Nugroho bilang, saat ini pemerintah telah mendapatkan beberapa komitmen bantuan pinjaman dari beberapa lembaga donor untuk mendukung program percepatan pembangunan sanitasi lingkungan. Salah satunya, komitmen pinjaman lunak senilai US$ 60 juta dari Bank Pembangunan Asia (ADB). Sebanyak 70% pinjaman itu dihibahkan ke pemerintah daerah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News