Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pemerintah pusat didesak segera melakukan evaluasi regulasi perdagangan perbatasan Indonesia dengan Malaysia alias border trade. Desakan ini datang dari Setiman H. Sudin, Bupati Sanggau, Kalimantan Barat.
“Regulasi ini banyak dimanfaatkan warga Indonesia. Tidak hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga untuk diperdagangkan kembali. Hanya saja, tidak ada kontrol yang tegas di perbatasan, sehingga banyak aksi penyelundupan,” ungkap Bupati Sanggau (Kalimantan Barat) dalam saran persnya hari ini (20/3).
Setiman bilang, kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok produk dalam negeri di perbatasan, terkendala biaya tinggi karena infrastruktur. Selain itu, harga barang dari negara tetangga lebih murah ketimbang produk dalam negeri, tak terkecuali bahan pokok seperti gula dan lainnya.
“Peredaran produk makanan dan minuman ilegal hasil penyelundupan berkisar Rp 60 triliun per tahun, atau sekitar 10% dari total omzet industri makanan dan minuman,” ungkap Setiman.
Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia juga meminta pemerintah segera evaluasi kebijakan perdagangan di perbatasan. “Segala bentuk regulasi perlu dibenahi agar tidak disalahgunakan,” kata Endang Kesumayadi, Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Koordinator Wilayah Tengah.
Selain itu, KADIN juga meminta pemerintah membangun dry port (pelabuhan darat) di kawasan perbatasan dalam upaya pemecahan masalah di perbatasan. Selain untuk memperkecil kesenjangan masuknya produk asing, dry port diharapkan mendukung aktivitas perdagangan kedua negara dengan sistem Border Trade Agreement.
Terkait hal ini, Setiman selaku Bupati Sanggau menyatakan, sudah mengalokasikan 30 hektare (ha) lahan untuk pembangunan dry port tersebut. “Kami butuh dukungan pengaturannya, termasuk pengaturan Border Trade Agreement dan ketentuan regulasi perdagangan khusus untuk daerah kawasan perbatasan,” kata Sentiman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News