kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.926.000   -27.000   -1,38%
  • USD/IDR 16.542   -2,00   -0,01%
  • IDX 6.846   18,14   0,27%
  • KOMPAS100 989   0,95   0,10%
  • LQ45 766   2,38   0,31%
  • ISSI 219   0,33   0,15%
  • IDX30 397   1,75   0,44%
  • IDXHIDIV20 467   0,54   0,11%
  • IDX80 112   0,35   0,31%
  • IDXV30 115   0,39   0,34%
  • IDXQ30 129   0,29   0,22%

Saksi Ahli Adami Chazawi : Putusan MA Tidak Sah


Senin, 06 Juli 2009 / 13:46 WIB


Reporter: Diade Riva Nugrahani | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Sidang Djoko Tjandra atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Jaksa kembali berlanjut di PN Selatan kemarin (6/7).

Dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Heri Sasangka ini, kuasa hukum Djoko Tjandra, OC Kaligis menghadirkan saksi ahli pidana dari Universitas Brawijaya, Adami Chazawi.

Adami secara tegas menyatakan bahwa PK yang diajukan jaksa terkait kasus ini tidak sah dan melanggar hukum. "Karenanya, putusan Mahkamah Agung mestinya batal demi hukum," ujar Adami. Putusan yang ia maksud adalah putusan Peninjauan Kembali no 07 PK /Pid.sus/2009 tanggal 8 Juni 2009 dari Mahkamah Agung.

Putusan ini menghukum Direktur PT Era Giat Prima itu masuk jeruji besi selama dua tahun dan mengembalikan uang senilai Rp 546 miliar ke negara.

Adami juga menjelaskan bahwa landasan filosofi pengajuan PK ada dalam pasal 263 ayat 1 KUHAP. "Ketika putusan bebas itu berkekuatan hukum, maka negara sudah tidak berhak lagi menentukan keadilan atau mencari kepastian hukum," ujar Adami. Ia menambahkan, PK tidak lagi mempersoalkan keadilan namun justru mengembalikan keadilan pada negara.

Menurutnya, sebenarnya keadilan sudah ditegakkan dalam putusan persidangan. "Jika putusan bebas itu salah, ya, itu salah negara. Jangan dilimpahkan ke warga negara," ujar Adami.

Adami menilai, PK yang diajukan Djoko Tjandra kali ini sangat memungkinkan. "Karena dalam hukum pidana ada asas pengecualian legalitas,” katanya. Dia mengatakan, ada tiga syarat yang memungkinkan seseorang mengajukan PK.

Pertama, adanya hukum atau putusan hakim yang bersumber pada tingkat yang sama. Kedua, jika hukum mengatur hal yang sama. Ketiga, putusan yang saling bertentangan. " Untuk putusan ini, hakim harus mengambil yang menguntungkan, yaitu putusan bebas," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×