Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Empat tahun berlalu, rencana penyederhanaan jumlah digit mata uang rupiah atawa redenominasi rupiah kembali bergulir. Kabarnya, pemerintah mengusulkan kembali Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2017.
Kabar tersebut sempat diembuskan oleh Bank Indonesia (BI) sejak dua bulan lalu dan diakui oleh DPR. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Subagyo mengatakan, pemerintah mengusulkan RUU tersebut masuk Prolegnas tahun depan.
Namun, komisi terkait meminta lebih memprioritaskan revisi UU BI, Otoritas Jasa Keuangan (RUU OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (RUU LPS).
"Menurut Komisi XI (RUU redenominasi) itu belum penting," kata Firman saat dihubungi KONTAN, Selasa (29/11).
Dalam kesempatan berbeda, Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Ecky Awal Mucharam mengatakan, saat ini situasi ekonomi baik secara fiskal maupun moneter tengah mengalami tekanan. Sementara itu, dari sisi politik juga penuh dengan ketidakpastian.
Ekcy menilai, pemerintah harus fokus memperkuat sistem fiskal Indonesia melalui revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) termasuk Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Lebih lanjut menurutnya, pemerintah juga perlu fokus memperkuat sistem moneter melalui revisi Undang-Undang BI, Perbankan, hingga UU OJK setelah pemerintah dan DPR menyepakati UU Pencegahan Dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Apalagi di tahun 2018 mendatang pertukatan informasi secara otomatis atau automatic exchange of information (AEoI) antar negara mulai berlaku.
Oleh karena itu, ia menilai pembahasan rencana redenominasi lebih cocok dilakukan usai tahun 2019 mendatang. "Saya perkirakan yang paling cocok adalah redenominasi itu dilakukan setelah pilpres 2019," tambahnya.
Anggota Komisi XI Fraksi Partai Golkar Misbakhun mengatakan, meski tak masuk dalam prolegnas tahun depan, masih terbuka peluang perubahan prolegnas tahun depan. Dengan demikian, masih terbuka pula peluang pembahasan RUU tersebut di tahun depan.
"Komisi XI ikut saja arah kebijakan pemerintah. Kalau mau dibahas 2017, tinggal menggunakan mekanisme perubahan prolegnas," katanya.
Deputi Gubernur BI Ronald Waas mengatakan, usulan penyederhanaan digit mata uang rupiah dengan menghilangkan tiga digit angka nol di belakang sempat diurungkan lantaran kondisi ekonomi tahun 2013 tidak kondusif. Disusul kondisi politik yang tidak kondusif pada tahun 2014 karena adanya pemilihan presiden.
Sementara itu menurutnya, tahun depan menjadi waktu yang kondusif untuk melakukan pembahasan rencana beleid itu. "(Pertimbangan) sisi moneter, sosial, dan politik itu untuk implementasi, bukan undang-undang. Pembahasan undang-undang kan bisa kapan aja," kata Ronald saat ditemui di DPR, Selasa (29/11).
Lebih lanjut menurutnya, jika disahkan, kebijakan tersebut tidak langsung bisa diterapkan lantaran memerlukan waktu transisi. Pihaknya mengusulkan masa transisi minimal lima tahun.
Jika nantinya RUU tersebut dibahas dengan DPR, pihaknya berharap pembahasan bisa dilakukan dalam waktu yang singkat. Sebab, pasal dalam RUU tersebut tidak terlalu banyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News