Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Komisi XI DPR RI telah mengajukan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Sektor Keuangan atau RUU tentang Penanganan Permasalahan Perbankan, Penguatan Koordinasi, dan Penataan Ulang Kewenangan Kelembagaan Sektor Keuangan.
Berdasarkan draf RUU Omnibus Law Sektor Keuangan yang didapat Kontan.co.id, salah satunya diatur soal pembentukan Forum Pengawasan Perbankan Terpadu. Tujuannya untuk penguatan koordinasi antarlembaga yang memiliki kewenangan, pengawasan, dan penyelesaian permasalahan di sektor keuangan, khususnya perbankan.
Forum Pengawasan Perbankan Terpadu ini beranggotakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“Forum bertugas merumuskan dan menetapkan indikator dan metodologi penilaian kondisi bank dengan menggunakan data dan informasi dalam sistem data dan informasi sektor keuangan terintegrasi dengan pendekatan proyeksi (forward looking),” sebagaimana dikutip dalam Pasal 4 RUU Penanganan Permasalahan Perbankan, Penguatan Koordinasi, dan Penataan Ulang Kewenangan Kelembagaan Sektor Keuangan yang diperoleh Kontan.co.id.
Baca Juga: LPS: Ada 7 BPR gagal di sepanjang 2020 terimbas pandemi
Dalam Forum Pengawasan Perbankan Terpadu, Dewan Komisioner OJK merangkap sebagai Kelapa Eksekutif Pengawas Perbankan sebagai koordinator, lalu diikuti satu anggota Dewan Gubernur BI, dan satu anggota Dewan Komisioner LPS, serta sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Pemerintah berharap, dengan kehadiran Forum Pengawasan Perbankan Terpadu nantinya bisa mengantisipasi potensi permasalahan perbankan secara lebih dini dan terkoordinasi. Koordinasi antarlembaga ini diperkuat dengan pembangunan dan pengembangan sistem data dan informasi sektor keuangan yang terintegrasi, sebagai single source of truth di sektor keuangan.
Dus, RUU Omnibus Law Sektor Keuangan menata ulang kewenangan anggota KSSK tersebut. Ada empat kewenangan LPS yang baru. Pertama, LPS diperkuat dengan mandat risk minimizer untuk melakukan penanganan bank lebih dini, dengan melakukan persiapan penanganan permasalahan bank dan penempatan dana.
Kedua, memperluas opsi pendanaan LPS dalam penanganan permasalahan bank. LPS berwenang untuk melakukan pengaturan resolution plan dan kebijakan single customer view. Adapun, LPS melaksanakan penjaminan simpanan berdasarkan kelompok nasabah.
Ketiga, dalam mengelola kekayaannya, opsi investasi LPS diperluas yakni pada surat berharga yang diterbitkan pemerintah negara asing (hard currency) dengan opsi maksimal 100% dari total kekayaan LPS.
Keempat, Ketua Dewan Komisioner LPS menetapkan keputusan akhir apabila musyawarah tidak tercapai mufakat dan bertanggung jawab kepada Presiden. Anggota Dewan Komisioner terdiri dari untur pihak independen atas usul Menteri Keuangan dan unsur ex-officio Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diangkat oleh Presiden.
Sementara itu, penataan kewenangan OJK dalam RUU tersebut mempertegas peran otoritas untuk menetapkan status pengawasan dan kewenagan pada setiap tahapan status bank. Penguatan kewenangan OJK dalam koordinasi pengawasan perbankan terpadu sebagai koordinator Forum Pengawasan Perbankan Terpadu. Lalu, penegasan kewenangan OJK terkait kebijakan makroprudensial non-perbamkan.
OJK juga berhak memelihara data mengenai pemegang saham pengendali dan ultimate shareholder dalam rangka menjalankan kewenangan membatasi kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), komisaris, direksi, dan pemegang saham.
Kemudian, penguatan pengawasan secara terintegrasi termasuk konglomerasi keuangan di bawah Ketua Dewan Komisioner OJK. Selain itu, Ketua Dewan Komisioner OJK menetapkan keputusan akhir apabila musyawarah tidak mencapai mufakat dan dapat mengintervensi kebijakan eksekutif.
Dari sisi BI, penataan kewenangan bank sentral dipertegas dalam hal kewenangan penetapan kebijakan makroprudensial perbankan harus sesuai dengan kesepakatan perumusan kebijakan dalam rapat KSSK. Kendati begitu, dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis, BI bisa membeli surat berharga negara jangka panjang di pasar perdana, mengatur devisa bagi penduduk, dan akses pendanaan korporasi melalui perbankan.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan penting untuk sektor keuangan punya landasar hukum yang kuat. Melalui RUU tersebut, Purbaya yakin Indonesia dapat mengantisipasi risiko krisis keuangan dalam jangka panjang.
“Misalnya 10 tahun ke depan akan seperti itu (krisis keuangan), maka kita sudah siap secara hukum. Penguatan LPS ini wajar-wajar saja, jadi penangananya (bank gagal) lebih efektif dan efisien. Sebab, LPS yang tahu dan bertanggung jawab seberapa besar kekuatan uang di bank cukup atau tidak,” kata Purbaya kepada Kontan.co.id, Rabu (25/11).
Selanjutnya: Antisipasi krisis keuangan, pemerintah ajukan RUU omnibus law sektor keuangan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News