kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.759.000   -6.000   -0,34%
  • USD/IDR 16.600   -40,00   -0,24%
  • IDX 6.236   74,40   1,21%
  • KOMPAS100 884   15,16   1,75%
  • LQ45 697   15,99   2,35%
  • ISSI 196   0,74   0,38%
  • IDX30 366   8,49   2,37%
  • IDXHIDIV20 443   9,73   2,24%
  • IDX80 100   1,98   2,01%
  • IDXV30 106   1,12   1,07%
  • IDXQ30 121   2,95   2,50%

Rupiah Terus Melemah, Belanja APBN 2025 Berpotensi Bengkak, Defisit Melebar


Selasa, 25 Maret 2025 / 19:23 WIB
Rupiah Terus Melemah, Belanja APBN 2025 Berpotensi Bengkak, Defisit Melebar
ILUSTRASI. Direktur dan Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adinegara


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi saat ini diperkirakan akan mempengaruhi postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Untuk diketahui, mata uang Garuda menyentuh level terendahnya sejak krisis moneter 1998. Rekor ini menjadi alarm waspada bagi Indonesia.

Pada Selasa (25/3) pagi, rupiah sempat menyentuh level Rp 16.642 per dolar AS. Namun, rupiah spot ditutup pada level Rp 16.612 per dollar AS pada akhir perdagangan Selasa (25/3), melemah 0,26% dari sehari sebelumnya yang ada di Rp 16.568 per dolar AS.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, pelemahan nilai tukar rupiah ini akan sangat berdampak pada belanja pemerintah yang berkaitan dengan referensi kurs dollar AS.

“Contohnya belanja subsidi energi seperti BBM, LPG, dan listrik itu akan mengalami kenaikan,” tutur Bhima kepada Kontan, Selasa (25/3).

Baca Juga: Defisit APBN Melebar, Capai Rp 31,2 Triliun Per Februari 2025

Bhima menyebut meningkatnya belanja subsidi tersebut akan membebani APBN di tengah situasi APBN sedang mengalami penurunan penerimaan perpajakan. Sehingga efeknya akan membuat defisit anggaran melebar dari yang ditargetkan tahun ini sebesar 2,53% dari produk domestik bruto (PDB).

Adapun bila melihat analisis sensitivitas APBN 2025 terhadap perubahan asumsi dasar ekonomi makro, setiap pelemahan nilai tukar rupiah sebesar Rp 100 per dolar AS, akan berdampak pada peningkatan belanja negara sebesar Rp 8 triliun.

Selain itu, setiap pelemahan nilai tukar rupiah sebesar Rp 100 per dolar AS, defisit APBN juga akan bertambah Rp 3,4 triliun.

Sehingga dengan nilai tukar rupiah saat ini Rp 16.612 per dollar AS, atau melemah Rp 412 dari asumsi dalam APBN 2025, maka belanja negara akan bertambah menjadi Rp 32,96 triliun, dan defisit akan bertambah menjadi Rp 15,3 triliun.

Baca Juga: APBN 2 Bulan Pertama 2025 Tekor, Sri Mulyani Optimistis Jaga Defisit Sesuai Target

Di sisi lain, memang pendapatan negara akan bertambah Rp 4,7 triliun, setiap pelemahan nilai tukar rupiah sebesar Rp 100 per dolar AS. Dengan deviasi nilai tukar rupiah Rp 412, maka tambahan pendapatan negara hanya mencapai Rp 19,36 triliun, lebih rendah dari tambahan belanja negara.

Kemudian, Bhima juga menyoroti terkait beban bunga utang tahun ini yang ditargetkan Rp 550 triliun. Ia memperkirakan beban bunga utang bisa melebar karena ada fluktuasi nilai tukar rupiah yang jauh diatas asumsi dari APBN.

Bhima menilai, apabila kondisi nilai tukar rupiah semakin jauh dari asumsi dalam APBN 2025, maka harus dilakukan APBN Perubahan untuk diproses dengan DPR. Ini untuk menghindari ruang fiskal menjadi menyempit.

Baca Juga: Rupiah Melemah, Beban APBN 2025 Semakin Meningkat

Selanjutnya, Bhima juga menyoroti terkait dampak pelemahan nilai tukar rupiah ini terhadap meningkatnya biaya bahan baku dan barang impor.

“Produsen maupun pedagang akan meneruskan kepada konsumen berupa harga yang lebih mahal. Sehingga inilah yang akan menciptakan imported inflation dan akan membuat masyarakat daya belinya semakin menurun,” kata Bhima.

Dengan kondisi tersebut, kemungkinan produsen akan dihadapkan pada dua hal, pertama mahalnya ongkos bahan baku, sementara margin harus dipertahankan agar operasional perusahaan bisa terus berjalan dan tidak melakukan PHK.

Lebih lanjut, Bhima juga menyoroti terkait dampak pelemahan rupiah terhadap utang luar negeri swasta. Ini akan membuat utang swasta meningkat dan perusahaan  harus melakukan berbagai efisiensi, serta berbagai cara agar bisa bertahan.

“Pun dengan sektor retail juga dinilai akan menghadapi dilematis karena meneruskan harga barang impor kepada konsumen. Dengan situasi sekarang itu para retailer juga berpikir konsumen gak siap dengan harga yang naik maka omsetnya bisa anjlok,” ungkapnya.

Melihat kondisi tersebut, Bhima berharap Bank Indonesia segera melakukan operasi moneter dengan kondisi cadangan devisa yang ada (US$ 154,5 miliar pada Februari 2025). Ini dilakukan untuk meredam pelemahan rupiah lebih lanjut.

Baca Juga: Defisit APBN Capai Rp 31 Triliun per Februari 2025, Ini Kata Menko Airlangga

Selanjutnya: Megawati Tak Terbendung! Red Sparks Unggul di Laga Pertama Playoff Liga Voli Korea

Menarik Dibaca: Tes Kesehatan Otak Mudah dengan Aplikasi BrainEye

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media
Tag

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×