Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kurs rupiah terhadap dollar AS kembali terdepresiasi usai kenaikan FFR tanggal 13 Juni minggu lalu di mana peluang kenaikan FFR dua kali lagi pada tahun ini cukup besar. Kenaikan ini nanti masing-masing akan terjadi pada September dan Desember.
Mengutip Bloomberg pukul 15.47 WIB, kurs rupiah di pasar spot berada di level Rp 14.093 per dollar AS.
Kepala Kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Febrio Kacaribu mengatakan, depresiasi rupiah yang terjadi hari ini sebenarnya sejalan dengan depresiasi mata uang emerging economies lainnya selama tujuh hari libur Lebaran di Indonesia.
“Kami melihat BI akan menaikkan lagi suku bunga kebijakannya minggu depan dalam RDG. Dengan semakin jelasnya arah kebijakan The Fed, yaitu menaikkan FFR sebanyak 100 bps sepanjang 2018 ini, kami melihat bahwa BI memang perlu paling tidak menyamai kenaikan tersebut selama 2018 ini,” kata Febrio kepada Kontan.co.id, Kamis (21/6)
Ia menjelaskan, dalam keadaan seperti ini, ada dua pilihan dilematis. Pertama, kenaikan tingkat suku bunga akan berdampak pada turunnya net interest margin perbankan dan pada akhirnya akan menyebabkan pertumbuhan kredit di 2018 akan susah untuk mencapai 9%-10%.
“Ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi untuk mencapai di atas 5,2%,” ujar Febrio.
Kedua, depresiasi rupiah jika berlebihan pada 2018 akan memperburuk neraca perdagangan. Ekspor juga akan turun sehingga PDB akan tertekan.
“Ini karena industri ekspor kita sangat tergantung pada impor bahan baku dan barang modal. Impor kita 90% terdiri atas bahan baku dan barang modal,” katanya.
Febrio melanjutkan, ketika impor turun karena depresiasi rupiah, maka ekspor juga akan turun. Depresiasi rupiah yang berlebihan juga biasanya disertai dengan tingginya ketidakpastian harga yang membuat pengusaha kesulitan untuk melakukan kontrak jual beli.
“Hal ini akhirnya juga akan mengurangi aktivitas ekonomi, yaitu PDB itu sendiri,” ujar Febrio
Dengan dilema ini, menurut dua, sikap BI yang secara eksplisit memutuskan untuk memprioritaskan stabilitas kurs sudah tepat. Adapun, ini sesuai dengan tugas BI dalam UU kebanksentralan yaitu menjaga stabilitas nilai rupiah.
“Nilai rupiah secara domestik, yaitu inflasi, masih sangat terjaga. Nilai rupiah secara eksternal harus distabilkan,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News