kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45887,73   13,33   1.52%
  • EMAS1.365.000 0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rupiah Nyaris Tembus Rp 16.300 per Dolar AS, Begini Dampaknya ke Belanja Negara


Rabu, 12 Juni 2024 / 17:40 WIB
Rupiah Nyaris Tembus Rp 16.300 per Dolar AS, Begini Dampaknya ke Belanja Negara
ILUSTRASI. Petugas menghitung mata uang Rupiah dan Dolar AS di Ayu Masagung Money Changer, Jakarta, Kamis (30/5/2024). Rupiah Nyaris Tembus Rp 16.300 per Dolar AS, Begini Dampaknya ke Belanja Negara.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

Adapun para ahli strategi di Morgan Stanley menyatakan kebijakan fiskal Indonesia dan penguatan dolar AS akan menimbulkan risiko terhadap investasi saham. Di samping itu, Morgan Stanley juga menurunkan peringkat ekuitas bursa saham Indonesia menjadi “underweight” dalam alokasi perusahaan di pasar Asia dan negara berkembang.

Menanggapi hal tersebut Josua menilai, tekanan eksternal memang menjadi salah satu pendorong dari risiko di pasar saham.  Tekanan tersebut, tidak lepas dari pelemahan nilai tukar dan suku bunga domestik yang tetap tinggi.

“Depresiasi nilai tukar akan berdampak pada emiten-emiten industri yang memiliki bahan baku dan barang modal yang diimpor,” ungkapnya.

Baca Juga: Rupiah Menguat, Ekonom: Risiko Investasi RI Jadi Menurun

Sementara itu, Josua menyebut tekanan pada suku bunga juga akan mendorong relatif tingginya suku bunga dasar kredit (SBDK) dari sektor perbankan, yang akan berdampak pula pada kinerjanya secara umum.

Demikian pula dampak dari melebarnya defisit fiskal juga akan memiliki dampak langsung dan tidak langsung.

Secara langsung, meningkatnya defisit berpotensi mendorong kenaikan yield obligasi bila memang penyebab defisit dari pemerintah tidak serta merta mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor riil. Kenaikan yield obligasi, lanjutnya, berpotensi mendorong crowding out di pasar saham.

Sebaliknya, bila melebarnya defisit disebabkan oleh peningkatan belanja produktif, maka risiko crowding out akan cenderung terbatas. “Secara tidak langsung, melebarnya defisit berpotensi meningkatkan risiko twin deficit, yang pada akhirnya meningkatkan risiko volatilitas rupiah,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×