Reporter: Indra Khairuman | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasar keuangan dalam negeri mendapat tekanan di akhir pekan ini. Di mana, rupiah ditutup anjlok 0,86% menjadi Rp 16.596 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (28/2). Ini adalah level terburuk rupiah sejak Juni 1998.
Sejalan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga mengalami penurunan yang tajam setelah ditutup koreksi 3,31% ke 6.270,6.
Ketidakpastian global yang dipicu oleh perang dagang serta kebijakan suku bunga The Fed semakin menambah tekanan bagi perekonomian Indonesia, yang menyebabkan kekhawatiran di kalangan investor dan masyarakat.
Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata menjelaskan bahwa penurunan nilai rupiah disebabkan oleh sentimen negatif yang kembali muncul terkait perang dagang. Selain itu ada ketidakpastian mengenai arah suku bunga kebijakan The Fed.
“Rupiah dibuka pada level Rp 16.525 per dolar AS dan ditutup melemah,” ujar Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (28/02).
Baca Juga: Rupiah Ambruk ke Rekor Terburuk Sejak 1998, Ini Sentimen yang Menyeretnya
Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pasar keuangan global memiliki dampak yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah.
Lebih lanjut, Josua mencatat bahwa meskipun terdapat net inflow di pasar Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia, hal itu tidak cukup untuk mengimbangi net outflow yang lebih besar di pasar saham.
“Dinamika kondisi ekonomi dan politik domestik, serta outlook ekonomi Indonesia yang cenderung redup, semakin memperburuk situasi,” katanya.
Ini menciptakan ketidakpastian yang membuat investor enggan berinvestasi di aset berisiko.
Sepanjang pekan ini, rupiah tercatat terdepresiasi sebesar 1,7%, dan menjadikannya mata uang dengan kinerja terburuk di kawasan Asia setelah turun 2,79%.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Anjlok ke Rp 16.596 Per Dolar AS Hari Ini, Terburuk Sejak Juni 1998
“Untuk pekan depan, rupiah diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp 16.550 hingga Rp 16.650 per dolar AS,” tambah Josua.
Dalam kondisi ini, perekonomian Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk menjaga stabilitas dan membangun kepercayaan investor.
Selanjutnya: BSI: Pertumbuhan Pembiayaan Digital dengan Baki Debet Capai Rp 2,7 Triliun pada 2024
Menarik Dibaca: IDEC 2025 Dorong Inovasi di Industri Kesehatan Gigi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News