Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli meminta PT Freeport Indonesia untuk segera merealisasikan pelepasan saham atau divestasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Menurut Rizal, anak usaha Freeport McMoRan itu tergolong perusahaan tambang yang paling ‘bandel’ di antara perusahaan tambang yang lain.
“Freeport ini paling mencla-mencle soal divestasi. Kalau Newmont dan lain-lainnya itu langsung laksanakan divestasi,” tutur Rizal dalam Rapat Badan Anggaran DPR-RI, Jakarta, Selasa (13/10).
Rizal optimistis, Freeport sepakat untuk segera melakukan proses divestasi asalkan pemerintah dan parlemen kompak, dan tidak mudah dilobi.
Rizal juga sangat yakin, jika pemerintah dan parlemen cakap dalam teknik bernegosiasi, Freeport akan menyerah daripada harus kehilangan ladang emasnya.
“Asal kita kompak, saya yakin mereka akan menyerah. Kita tidak (bermaksud) nasionalisasi, tapi kalau mereka tidak mau renegosiasi, maka mereka harus kembalikan ladang emas itu. Saya yakin, daripada dapat nol, mereka akan terima dapat 60%-70%,” tegas Rizal.
Selain meminta agar Freeport mempercepat divestasinya, Rizal juga meminta perusahaan tambang asal negara Abang Sam (AS) itu untuk menaikkan royalti menjadi 6% hingga 7%.
Freeport juga diminta untuk memperbaiki pengelolaan limbah, yang selama ini telah mencemari Sungai Amungme, Papua.
Kewajiban divestasi bagi pemegang kontrak karya (KK) diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Merujuk PP tersebut, Freeport harus melakukan divestasi sebesar 30%.
Pelepasan saham Freeport rencananya dilakukan secara bertahap. Rencananya Freeport akan melepas saham pada tahun ini sebesar 10,64%.
Adapun kepemilikan pemerintah Indonesia di Freeport saat ini sebesar 9,36%.
“Tanggal 14 Oktober nanti harusnya Freeport mengajukan penawaran harga ke pemerintah. Setelah itu, pemerintah memiliki waktu 90 hari untuk melakukan negosiasi, untuk mendapatkan harga paling wajar atau sesuai kondisinya,” jelas Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, di Jakarta, pekan lalu.
Kemudian, setelah ada kesepakatan harga antara Kementerian ESDM dan Freeport, Menteri ESDM akan menyerahkan hasilnya ke Kementerian Keuangan.
Selanjutnya, Kementerian Keuangan atas nama pemerintah bisa memberikan persetujuan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Apakah pemerintah sendiri yang akan membeli? Apakah prioritas kedua, BUMN? Apakah prioritas ketiga, BUMD dan sebagainya? Kemudian, kalau tidak ada, baru diserahkan kepada swasta,” pungkas Bambang. (Estu Suryowati)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News