kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Rizal Ramli ditanyai soal kejanggalan BLBI


Jumat, 12 April 2013 / 23:13 WIB
Rizal Ramli ditanyai soal kejanggalan BLBI
ILUSTRASI. Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Barito Kuala, Kalimantan Selatan. ANTARA FOTO/Makna Zaezar/rwa.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Amal Ihsan

JAKARTA. Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli ditanyai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal kejanggalan dalam proses penyerahan aset dan penyelesaikan skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ia juga ditanyai penanganan kasus BLBI.

"Banyak pertanyaan, pada umumnya KPK ingin mengetahui proses penyerahan aset, proses penyelesaian, apakah ada kejanggalan. Kalau detail harus KPK yang jelaskan," ujar Rizal usai menjalani pemeriksaan sekitar sembilan jam di gedung KPK, Jumat (12/4).

Rizal, yang meninggalkan gedung KPK sekitar pukul 19.00 WIB itu, mengatakan, KPK juga memintanya menjelaskan secara detail penangangan kasus BLBI. Namun, ia mengelak menjelaskan pokok penjelasannya kepada penyidik KPK.

Ia hanya mengatakan, KPK ingin mendapat informasi secara detail soal keanehan dan kejanggalan diterbitkannya Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI. "Karena masalah ini penting sekali makanya KPK menghadirkan berbagai nara sumber seperti saya dan pak Kwik Kian Gie," terang Rizal.

Rizal menjelaskan, saat ini, KPK masih berada dalam tahap pengumpulan fakta. Pada waktunya nanti, KPK akan mengumumkan siapa yang bertanggungjawab terhadap terbitnya SKL yang dianggap janggal tersebut.

Sekedar kilas balik, SKL dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 oleh Presiden Mengawati. Inti surat itu adalah pemberian jaminan kepastian hukum kepada obligor. Mereka yang mendapat surat lunas adalah debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya.

Inpres tersebut menyatakan, obligor BLBI dianggap telah menyelesaikan utang mereka, meskipun utang dilunasi hanya 30% dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) secara tunai dan 70% dibayar dalam bentuk sertifikat bukti hak kepada BPPN. Berdasarkan SKL itulah, Kejaksaan Agung menerbitkan surat perintah penghentian perkara (SP3) terhadap para obligor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×