Reporter: Rizki Caturini | Editor: Rizki Caturini
Holding BUMN
Akhirnya, buah apel yang dibilang pisang itu adalah soal holding. Kita maklum, karena akhir tahun ini BUMN mulai menunjukkan hasil dari kerja gesit dan keberaniannya mengambil alih proyek-proyek berisiko. BUMN banyak membuka akses tersumbat dan proyek yang mangkrak.
Setelah memenangkan gugatannya tentang holding BUMN di Mahkamah Agung, maka Kementrian BUMN mulai merampungkan holding pertambangan.
Model holding ini pun, dokumen-dokumen rencana strategi tertulisnya sudah beredar luas sejak setahun yang lalu. Jadi para pakar bisa mengkajinya secara terbuka. Sayapun sering membahasnya dalam berbagai kelas yang saya asuh di kampus.
Lagi pula holding BUMN bukan hal yang baru, baik di dunia maupun di Indonesia. Di Singapura, BUMN-BUMN kecil itu di-holding-kan di bawah bendera Temasek. Di Malaysia namanya Khazanah Nasional.
Sedangkan di tanah air kita semua sudah lama melihat Astra dan Sinarmas sebagai holding.
Di BUMN sudah lama ada holding semen (Semen Indonesia yang membawahi Semen Gresik, Semen Padang, Semen Tonasa).
Lalu juga sudah ada holding pupuk (PT Pupuk Indonesia Holding Company yang membawahi Pupuk Sriwidjaja, Petrokimia, Pupuk Kujang, Pupuk Kalimantan Timur, Pupuk Iskandar Muda, Rekayasa Industri, Mega Eltra, Asean Aceh Fertilizier, Hengam Petrochemical Company).
Holding itu, secara teoretis tujuannya adalah untuk membuat bangsa ini sejahtera melalui BUMN. Supaya kita tidak perlu belanja modal dan beli software-software mahal (untuk membentuk digital company) sendiri-sendiri. Belinya satu saja, lalu di-bagi beramai-ramai.
Holding itu juga kita perlukan untuk “menghadapi” lawan-lawan dari dunia global yang sudah terlalu kuat di sini. Di zaman ini, suatu bangsa haram "mengusir" dominasi asing dengan senjata atau nasionalisasi yang sempit.
Dominasi itu hanya bisa diatasi dengan cara-cara baru dan terhormat, yaitu keunggulan daya saing.
Kita tentu punya keinginan menguasai lumbung-lumbung emas besar yang dikuasai asing. Tapi kalau masing-masing perusahaan nasional bergerak sendiri-sendiri, mana mampu kita? Ini tentu beda kalau holding.
Kita juga tahu dari 70-an izin pengembangan smelter untuk mengolah tambang kekayaan nusantara di dalam negeri, baru tujuh yang sudah mulai dibangun. Selama ini bahan-bahan mentah itu benar-benar mentah-mentah diangkut ke luar negeri. Indonesia dapat apa kalau BUMN-nya dibiarkan kecil-kecil dan tidak bersatu?