kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45925,22   -10,30   -1.10%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rezim Pajak Baru, Menteri Keuangan Berwenang Cegah Praktik Penghindaran Pajak


Senin, 02 Januari 2023 / 17:54 WIB
Rezim Pajak Baru, Menteri Keuangan Berwenang Cegah Praktik Penghindaran Pajak
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Rezim Pajak Baru, Menteri Keuangan Berwenang Cegah Praktik Penghindaran Pajak.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah telah menerbitkan aturan terkait dengan rezim pajak baru dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

Dalam PP tersebut, pemerintah mengeluarkan aturan terkait dengan instrumen pencegahan penghindaran pajak (tax avoidance). Dengan adanya payung hukum tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan wewenang untuk melakukan tindakan anti penghindaran pajak.

"Menteri berwenang mencegah praktik penghindaran pajak sebagai upaya yang dilakukan wajib pajak untuk mengurangi, menghindari, atau menunda pembayaran pajak yang seharusnya terutang yang bertentangan dengan maksud dan tujuan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," demikian bunyi Bab VII Pasal 32 ayat (1) dalam PP tersebut, dikutip Senin (2/1).

Baca Juga: Dari Ekonomi Hingga Menekan Kriminalitas, Ini Manfaat Implementasi Rupiah Digital

Dalam PP 55/2022, ada delapan instrumen pencegahan praktik penghindaran pajak yang bisa dilakukan. 

Pertama, menetapkan saat diperolehnya dividen dan dasar penghitungannya oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar ngeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek.

Kedua, menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak (PKP) yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.

Ketiga, menetapkan pihak yang melakukan pembelian saham atau aktivitas perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian sepanjang terdapat ketidakwajaran penetapan harga.

Keempat, menetapkan pihak yang melakukan penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak.

Baca Juga: Rawan Penghindaran Pajak, OECD Susun Kerangka Kerja Pelaporan Aset Kripto

Kelima, menentukan kembali besarnya penghasilan yang diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Keenam, menghitung kembali pajak yang seharusnya terutang berdasarkan pembandingan kinerja keuangan dengan wajib pajak dalam kegiatan usaha yang sejenis terhadap wajib pajak yang melaporkan laba usaha yang terlalu kecil dibandingkan kinerja keuangan wajib pajak lainnya dalam bidang usaha yang sejenis atau melaporkan rugi usaha secara tidak wajar meskipun wajib pajak telah melakukan penjualan secara komersial selama lima tahun dan melaporkan kerugian fiskal selama tiga tahun berturut-turut.




TERBARU

[X]
×