Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Ketujuh, mengatur batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak.
Kedelapan, menghitung kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang dengan tidak membebankan pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak dalam negeri kepada wajib pajak luar negeri sebagai biaya yang mengurangi penghasilan akibat dari pemanfaatan perbedaan perlakuan perpajakan suatu instrumen atau entitas yang dapat mempunyai lebih dari satu karakteristik di negara atau yurisdiksi di mana wajib pajak berdomisili.
Adapun mekanisme pencegahan praktik penghindaran pajak sebagaimana dimaksud pada poin satu hingga enam hanya dapat dilakukan terhadap transaksi antara pihak yang dipengaruhi hubungan istimewa.
Baca Juga: G20 Mendorong Transparansi Sistem Perpajakan Global Melalui AEOI
Hubungan istimewa yang dimaksud merupakan keadaan ketergantungan atau keterikatan satu pihak dengan pihak lainnya yang disebabkan oleh kepemilikan atau penyertaan modal, penguasaan, atau hubungan keluarga sedarah atau semendan yang mengakibatkan pihak satu dapat mengendalikan pihak yang lain atau tidak berdiri bebas dalam menjalankan usaha.
"Dalam hal terdapat praktik penghindaran pajak yang tidak dapat dicegah menggunakan mekanisme yang diatur, Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang dengan berpedoman pada prinsip pengakuan substansi ekonomi di tas bentuk formalnya," bunyi Pasal 32 ayat (4).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News