Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi XI DPR RI akan melakukan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Revisi UU P2SK ini berkaitan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam amar putusan Nomor 85/PUU-XXII/2024.
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan bahwa revisi UU P2SK ini tersebut akan mengikuti putusan MK yang menyatakan bahwa menteri keuangan tidak berhak mengintervensi penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Baca Juga: Pasca Putusan MK Terkait LPS, Akademisi Desak UU P2SK Segera Direvisi
"Revisi UU P2SK ini dalam rangka menindaklanjuti putusan judicial review yang diajukan terhadap LPS," ujar Misbakhun kepada awak media di Kompleks Parlemen, Selasa (11/3).
Misbakhun menjelaskan bahwa revisi tersebut juga hanya berfokus pada aspek anggaran LPS, yang selama ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan, namun nantinya akan menjadi pembahasan bersama dengan DPR.
"Jadi hanya terkait dengan anggaran LPS, yang selama ini dibahas, ditetapkan oleh Menteri Keuangan, menjadi pembahasan bersama DPR," katanya.
"Jadi revisi terbatas, kumulatif terbuka, karena itu perintah MK, enggak ada yang lain," imbuh Misbakhun.
Adapun mahkamah dalam amar putusan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 86 ayat (4) UU P2SK inkonstituasional secara bersyarat.
Pasal 86 ayat (4) tersebut menyatakan bahwa ketua Dewan Komisioner LPS wajib menyampaikan RAT kepada Menkeu untuk mendapat persetujuan. Begitu juga dengan ayat (6) dan ayat (7) yang memuat frasa terkait dengan persetujuan Menkeu.
Saat pembacaan amar putusan, Ketua MK Suhartoyo mengatakan bahwa pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengingat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai persetujuan DPR.
Baca Juga: Jalankan Amanat UU P2SK, OJK Tengah Susun 9 RPOJK di Bidang PVML
"Berlaku setelah pembentuk undang-undang melakukan perubahan paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan a quo diucapkan," ujar Suhartoyo.
Alasan hukum yang mendasari Mahkamah untuk mengabulkan permohonan tersebut tidak lain adalah pentingnya independensi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta bebasnya LPS dari campur tangan institusi lain, dalam hal ini adalah Menteri Keuangan yang notabene merupakan institusi pemerintahan.
Sekalipun didalilkan perlunya keterlibatan Menteri Keuangan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) untuk kegiatan operasional LPS, namun tidak tepat apabila keterlibatan Menteri Keuangan tersebut berupa persetujuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 86 ayat (4), ayat 6, dan ayat (7) huruf a dalam Pasal 7 angka 57 UU P2SK.
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam pertimbangan hukum Mahkamah menyebutkan bahwa independensi LPS merupakan suatu keharusan untuk memastikan efektivitas dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penjaga stabilitas keuangan, khususnya dalam penjaminan simpanan nasabah.
Selanjutnya: WEGE & DEX Luncurkan Netro: Revolusi Sistem Hunian Modular Cerdas
Menarik Dibaca: Harga Emas Antam Melonjak Rp 23.000 Hari Ini 12 Maret 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News