kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Revisi UU ITE disahkan DPR


Kamis, 27 Oktober 2016 / 15:07 WIB
Revisi UU ITE disahkan DPR


Sumber: Kompas.com | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi Undang-undang pada Kamis (27/10).

Pengesahan diawali laporan Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU ITE, TB Hasanuddin. Ia menyatakan, revisi atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE tersebut untuk menghadirkan negara dalam melindungi warga di dunia maya. Sebab, komunikasi di dunia maya, kerap berlangsung tanpa batas dan terkadang memunculkan korban dalam bentuk perundungan.

Dalam pembacaan laporan itu, Hasanuddin menyatakan, ada empat hal krusial. Pertama, penambahasan Pasal 26 yang menuliskan adanya right to be forgotten. Pasal itu menjelaskan seseorang boleh mengajukan penghapusan berita terkait dirinya pada masa lalu yang sudah selesai, namun diangkat kembali.

Salah satunya seorang tersangka yang terbukti tidak bersalah di pengadilan, maka dia berhak mengajukan ke pengadilan agar pemberitaan tersangka dirinya agar dihapus.

Kedua, terkait durasi hukuman penjara terkait pencemaran nama baik, penghinaan dan sebagainya dikurangi menjadi di bawah lima tahun. Dengan begitu, berdasarkan Pasal 21 KUHAP, tersangka selama masa penyidikan tak boleh ditahan karena hanya disangka melakukan tindak pidana ringan yang ancaman hukumannya penjara di bawah lima tahun.

Ketiga, tafsir atas Pasal 5 terkait dokumen elektronik sebagai bukti hukum yang sah di pengadilan. UU ITE yang baru mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan dokumen elektronik yang diperoleh melalui penyadapan (intersepsi) tanpa seizin pengadilan tidak sah sebagai bukti.

Terakhir, yakni penambahan ayat baru dalam pasal 40. Dalam ayat tersebut pemerintah berhak menghapus dokumen elektronik yang terbukti menyebarkan informasi yang melanggar undang-undang. Informasi yang dimaksud terkait pornografi, SARA, terorisme, pencemaran nama baik, dan selainnya.

Jika situs yang menyediakan informasi melanggar undang-undang merupakan perusahaan media, maka akan mengikuti mekanisme di Dewan Pers. Namun, bila situs yang menyediakan informasi tersebut tak berbadan hukum dan tak terdaftar sebagai perusahaan media (nonpers), pemerintah bisa langsung memblokirnya.

"Jika dimanfaatkan dengan baik dan benar, teknologi informasi memberi manfaat besar. Namun bisa juga digunakan untuk menyebar informasi yang bersifat merusak. Karena itu regulasi yang memadai semakin mendedak untuk diadakan," ucap Hasanuddin saat membacakan laporan hasil pembahasan Panja RUU ITE di Ruang Rapat Paripurna Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

Usai pembacaan laporan hasil pembahasan Panja, pimpinan rapat paripurna Agus Hermanto langsung menanyakan persetujuan anggota DPR yang hadir. Tanpa ada interupsi, para anggota Dewan menyatakan setuju.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara yang hadir turut mengucapkan terima kasih atas kerja sama semua pihak yang terlibat pembahasan.

"Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pembahasan RUU. Semoga dengan adanya undang-undang yang baru ini kebebasan berpendapat dan hak warga negara dalam perlindungan privasi dan nama baik tetap terjaga," ujar Rudiantara. (Rakhmat Nur Hakim)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×