Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Keabsahan bukti rekaman elektronik dalam suatu perkara hukum menjadi salah satu yang dibahas dalam penyusunan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Henri Subiakto mengatakan, hal itu mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memenangkan gugatan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.
Novanto menggugat Pasal 5 UU ITE tentang keabsahan bukti rekaman elektronik atas percakapannya dengan bos Freeport Mcmoran James Moffet yang direkam oleh Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Ketua Tim Panitia Kerja RUU ITE dari pihak pemerintah ini mengatakan, revisi menjamin semua bukti rekaman elektronik sah bila perekaman dilakukan oleh pihak pertama dan kedua.
"Misalnya kamu sama saya lagi ngobrol, terus kamu ngerekam percakapan kita tanpa sepengetahuan saya, itu bukti rekaman yang sah. Yang enggak boleh itu kalau di antara percakapan kita muncul orang ketiga lantas merekam dan dijadikan bukti," kata Henri, saat dihubungi, Selasa (18/10) malam.
Henri mengatakan, perekaman atau penyadapan yang dilakukan oleh pihak ketiga (intersepsi) berdasarkan putusan MK hanya boleh dilakukan aparat penegak hukum.
Namun demikian, hak untuk menyampaikan bukti rekaman oleh warga negara tetap dijamin oleh pemerintah dan DPR melalui revisi UU ITE.
"Jadi tetap kita bisa menjadikan bukti rekaman sebagai bukti sah di persidangan, tapi hanya boleh dilakukan oleh pihak pertama dan kedua yang langsung terlibat dalam percakapan," kata Henri. (Rakhmat Nur Hakim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News