Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Proses revisi UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih terus bergulir.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) selaku wasit dalam regulasi tersebut meminta posisi yang lebih kuat dalam penegakan hukum tindakan monopoli.
Salah satunya, KPPU menginginkan perubahan pangaturan terkait penggabungan, peleburan, serta pengambilalihan usaha alisa merger.
Komisi antipraktek monopoli ini mengusulkan empat poin dalam klausul dalam draf revisi UU Nomor 5/1999.
Direktur Merger KPPU Taufik Ariyanto mengatakan, pihaknya fokus dalam pengawasan kegiatan merger karena jenis aksi korporasi dapat mempengaruhi tingkat persaingan dalam suatu pasar.
"Merger juga masih menjadi alat yang sah bagi salah satu pelaku usaha untuk menyingkirkan pesaingnya," kata dia siaran pers yang diterima KONTAN, Kamis (29/10).
Oleh karena itu, pihaknya akan mengusulkan empat poin perubahan UU anti praktek monopoli gar dapat memperkuat peran KPPU.
Pertama, pelaporan kegiatan merger harus dilakukan sebelum perusahaan membuat keputusan.
Dengan begitu, sistem post notification yang selama ini berlaku akan diubah menjadi pre otification.
Tujuannya, KPPU bisa mencegah lebih awal apabila aksi korporasi tersebut diduga mengandung praktek monopoli.
Kedua, calon revisi UU akan memuat perintah ke KPPU untuk membuat peraturan pelaksaan mengenai pengambilalihan aset dan pembentukan joint venture.
Ketiga, perubahan ketentuan batasan nilai alias threshold dalam kegiatan merger.
Keempat, pendapat KPPU terkait hasil merger dituangkan dalam bentuk surat keputusan, sehingga hal tersebut juga dapat memberi kesempatan perusahaan untuk mengajukan banding.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News