Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi restitusi pajak tumbuh Rp 19,6 triliun sampai dengan akhir September lalu. Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengapreasiasi adanya insentif percepatan restitusi pajak dalam program PEN.
Menurutnya, melalui kebijakan ini, wajib pajak tidak lagi melalui proses pemeriksaan namun penelitian saja. Sehingga menjadi lebih cepat.
Selain itu, cakupan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLU) diperluas dalam program PEN. Tentunya dengan pertimbangan pemerintah, yakni meringankan beban wajib pajak yang terdampak pandemi Covid-19.
“Alhasil, ini akan membantu likuiditas korporasi. Ketika likuiditas ini terbantu, maka ketahanan korporasi akan meningkat. Jumlah karyawan yang di PHK akan diantisipasi,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (29/10).
Meskipun restitusi pajak buat penerimaan loyo, tapi kata Fajry, justru kalau kita tidak berikan, likuiditas dunia usaha memburuk, banyak perusahaan bangkrut, dan PHK meningkat. Alhasil pemerintah harus memberikan bantuan sosial lebih besar. Akhirnya, defisit meningkat pula.
Baca Juga: Pandemi corona membuat restitusi pajak tumbuh 13,7% hingga September 2020
Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan, sepanjang Januari-September 2020 realisasi restitusi pajak sebesar Rp 142,9 triliun. Angka tersebut naik 13,7% dibandingkan realisasi restitusi pajak di periode sama tahun lalu senilai Rp 123,5 triliun.
Secara rinci realisasi restitusi pajak tersebut disebabkan oleh tiga hal. Pertama, restitusi dipercepat sebesar Rp 36,4 triliun tumbuh 30,7% year on year (yoy). Kedua, restitusi upaya hukum senilai Rp 21,9 triliun, tumbuh 5,7% yoy. Ketiga, restitusi normal sebesar Rp 84,6 triliun, tumbuh 9,8% yoy.
Nah, Fajry menilai, selain restitusi dipercepat, proses restitusi pajak di indonesia boleh dibilang membutuhkan waktu lama dibandingkan dengan negara lain. Tentunya ini merugikan WP dr sisi likuiditas dan value of money.
Lambatnya proses restitusi dikarenakan dalan proses pengajuannya dibutuhkan pemeriksaan. Artinya, butuh sumber daya manusia (SDM) padahal jumlah SDM di DJP terbatas. “Inilah menjadi penyebab salah satu lambatnya proses restitusi di indonesia. Berdasarkan riset McKinsey 60% SDM DJP habis digunakan untuk pemeriksaan rutin,” ujar Fajry.
Selanjutnya: Sri Mulyani: Perekonomian kuartal III-2020 menunjukan pemulihan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News