Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa minus 1,6% year on year (yoy) hingga minus 2% yoy di akhir tahun 2020. Proyeksi ini makin buruk dari konsensus yang dikeluarkan pada Juni lalu yakni 0%.
Bank Dunia menilai, pemerintah Indonesia perlu mengatasi lonjakan kemiskinan dengan memperkuat perlindungan sosial.
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), pandemi covid-19 telah menyebabkan angka kemiskinan naik menjadi 9,8% di Maret 2020. Angka kemiskinan ini mengembalikan level kemiskinan Indonesia seperti pada dua tahun silam.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu Nathan mengatakan, sebagai respons pemerintah, mayoritas masyarakat kelompok 40% pendapatan terendah telah mendapat dukungan pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), baik dalam bentuk perlindungan, bantuan/pembiayaan usaha, maupun subsidi listrik.
Baca Juga: Bank Dunia pesimistis, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi minus 2% di 2020
Adapun, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 203,9 triliun atau sekitar 0,9% terhadap produk domestik bruto (PDB) untuk perlindungan sosial. Adapun sampai dengan 16 September 202 realisasi perlindungan sosial sebesar Rp 134,45 triliun atau sama dengan 65,94% dari pagu.
Febrio berdalih, bantuan ini bahkan tidak hanya menyasar masyarakat 40% terbawah namun juga kelas menengah yang terdampak melalui berbagai program, seperti program Kartu Pra Kerja dan program Padat Karya.
Hanya saja belum ada redesign program perlindungan sosial yang dibuat oleh Kemenkeu
Selain sebelumnya memperpanjang jangka waktu stimulus sampai dengan Desember 2020, dan memberikan subsidi gaji karyawan serta bantuan langsung tunai (BLT) produktif untuk usaha mikro.
“Menanggapi publikasi Bank Dunia tersebut, pemerintah memandang hal ini sebagai catatan dan masukan penting dalam upaya mendorong efektivitas implementasi dan evaluasi program pemulihan ekonomi nasional baik dalam penanganan pandemi maupun implementasi program-program dukungan pemerintah terhadap masyarakat dan dunia usaha,” kata Febrio dalam keterangan resminya yang diterima Kontan.co.id, Selasa (29/9).
Baca Juga: Wamenkeu Suahasil: Ekonomi kuartal III-2020 akan membaik
Febrio menambahkan, secara umum outlook Bank Dunia ini masih sejalan dengan asesmen pemerintah terkini yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dalam rentang minus 0,6% yoy hingga minus 1,7% yoy.
Di sisi lain, dalam laporannya Bank Dunia menilai berbagai faktor akibat eskalasi pandemi Covid-19, seperti pembatasan mobilitas, peningkatan risiko kesehatan, dan pelemahan ekonomi global telah memberikan tekanan terhadap permintaan domestik, baik aktivitas konsumsi maupun investasi.
Sementara itu, kondisi permintaan domestik yang masih relatif lemah tersebut menahan indikator makro lainnya tetap terjaga, yakni inflasi sebesar 2,1% dan defisit neraca transaksi berjalan sekitar 1,3% terhadap PDB.
Di tahun 2021-2022, Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia akan melalui proses pemulihan meskipun masih dibayangi risiko dan tantangan terkait keberhasilan penanganan pandemi Covid-19.
Baca Juga: World Bank proyeksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik hanya 0,9%
Pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 diprediksi berada dalam rentang 3% yoy sampai dengan 4,4% yoy dan di tahun 2022 sebesar 5,1% yoy.
Angka perkiraan tersebut mempertimbangkan adanya dampak baseline yang rendah, serta adanya penurunan potensi pertumbuhan minus 0,6 poin persentase (percentage point) dibandingkan kondisi sebelum pandemi, konsekuensi dari investasi dan produktivitas yang lebih rendah.
Selanjutnya: Penjelasan Gubernur BI terkait kelanjutan burden sharing
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News