kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Resistensi Politik Hambat Upaya Pemerintah Turunkan Ambang Batas Pengusaha Kena Pajak


Senin, 24 Juni 2024 / 17:56 WIB
Resistensi Politik Hambat Upaya Pemerintah Turunkan Ambang Batas Pengusaha Kena Pajak
ILUSTRASI. Petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga di Jakarta, Selasa (5/3/2024). World Bank Minta Pemeirntah Turunkan Ambang Batas PKP, Ini Kata Pemngamat


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Dunia merekomendasikan Indonesia untuk menurunkan threshold atau ambang batas omzet pengusaha kena pajak (PKP). Hal ini untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak.

Untuk diketahui, Bank Dunia mencatat ambang batas wajib pajak yang wajib mendaftar PPN di Indonesia saat ini sebesar US$ 320.000 atau sekitar Rp 5,2 miliar (kurs Rp 16.404 per dollar AS).

Ambang batas tersebut enam kali lebih tinggi dari ambang batas rata-rata di negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dikisaran US$ 57.000 atau Rp 935,1 juta pada tahun 2022.

Baca Juga: Setoran Pajak Seret, Potensi Penerimaan Pajak Baru Perlu Digali

Menanggapi hal tersebut, pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar sepakat terkait rekomendasi Bank Dunia tersebut. Menurutnya ambang batas PKP Pajak Pertambahan Nilai (PPN) saat ini sudah terlalu tinggi.

“Tak hanya dibandingkan dengan negara OECD tapi juga negara Asia yang kondisi ekonominya tak jauh berbeda dengan kita,” tutur Fajry kepada Kontan, Senin (24/6).

Ia menilai, dampak dari ambang batas PPN PKP yang terlalu tinggi akan berpengaruh pada berkurangnya potensi penerimaan pajak, menciptakan distorsi persaingan usaha, mendorong pengusaha melakukan tax avoidance, hingga berdampak pada penggunaan sumber daya menjadi tidak optimal bagi perekonomian.

Dengan mempertimbangkan besaran biaya kepatuhan pajak, ia menyarankan agar ambang batas PKP PPN turn ke kisaran Rp 1,5 miliar hingga Rp 2 miliar.

Baca Juga: Pelaku UMKM menolak rencana pengenaan PPN final

Akan tetapi, jika akan diturunkan lebih rendah menjadi Rp 500 juta, menurutnya bisa menggunakan metode yang disederhanakan yang sudah ada dasar hukumnya dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan perppajakan (UU HPP).

“Namun, yang selalu menjadi tantangan implementasi adalah resistensi politik baik dari sisi pengusaha maupun ada ego sektoral dengan kementerian lain,” ungkapnya.

Untuk diketahui, pada 2021 lalu Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, pihaknya berkeinginan untuk menurunkan ambang batas omzet PKP. Tujuannya untuk membangun basis pajak yang lebih adil sehat dan berkelanjutan.

Akan tetapi, hingga saat ini belum ada informasi lebih lanjut terkait rencana tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×