CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.481.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.600   70,00   0,45%
  • IDX 7.529   48,76   0,65%
  • KOMPAS100 1.170   9,82   0,85%
  • LQ45 935   5,80   0,62%
  • ISSI 227   2,19   0,97%
  • IDX30 481   1,84   0,38%
  • IDXHIDIV20 579   1,97   0,34%
  • IDX80 133   1,14   0,86%
  • IDXV30 143   1,99   1,42%
  • IDXQ30 161   0,43   0,27%

Pelaku UMKM menolak rencana pengenaan PPN final


Selasa, 12 Oktober 2021 / 17:53 WIB
Pelaku UMKM menolak rencana pengenaan PPN final
ILUSTRASI. Pajak.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) dengan mekanisme final kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Rencananya tarif yang dibanderol sebesar 1%, 2%, atau 3% terhadap peredaran bruto.

Tarif tersebut lebih rendah daripada tarif PPN secara umum sebesar 11% yang akan diimplementasikan pada 1 April 2022. Kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menerangkan pihaknya akan menyusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait agar UMKM dapat melakukan pungutan dan penyetoran PPN yang lebih rendah dari tarif PPN secara normal.

“UU HPP juga memberikan kemudahan dan dukungan pada pengusaha kecil dalam melakukan kewajiban PPN dengan memperkenalkan tarif final,” kata Febrio, Senin (11/9).

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun mengatakan pihaknya menolak kebijakan tersebut. Sebab akan menambah beban UMKM. Padahal ketentuan saat ini UMKM dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun dibebaskan dari kewajiban PPN.

Meski tarif PPN final lebih kecil daripada tarif PPN umum, Ikhsan mengatakan UMKM tetap mempunyai kewajiban untuk menyetor di awal. Biarpun PPN bisa direstitusi, tapi upaya tersebut tentunya akan menambah pengeluaran pelaku UMKM.

Baca Juga: Terapkan azas ultimum remedium di UU HPP, begini penjelasan DJP

“Seperti untuk menyewa jasa konsultan pajak itu perlu cost. Ini pelaku UMKM makin dipersulit untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi,” kata Ikhsan kepada Kontan.co.id, Selasa (12/10).

Ikhsan menekankan pengenaan PPN Final terhadap UMKM bertolak belakang dengan dukungan pemerintah yang diberikan dalam UU HPP. Misalnya membebaskan pajak penghasilan (PPh) Final terhadap UMKM dengan omzet kurang dari Rp 500 juta per tahun.

“Dan ini juga tidak sejalan dengan spirit UU Cipta Kerja yang mendorong dan memerikan kemudahan terhadap UMKM. Kami jelas menolak,” ujar dia.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, skema PPN Final justru memudahkan pelaku UMKM daripada musti memungut PPN secara umum. Sebab, PPN Final tidak menggunakan metode pajak masukan-pajak keluaran.

“Tapi saya rasa  harus tetap ada ambang batas bagi UMKM yang akan menggunakan simplified method ini. Bagi UMKM dengan omzet Rp 600 juta – Rp 2,2 miliar per tahun misalnya,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Selasa (12/10).

Di sisi lain, ketentuan PPN Final juga berlaku untuk pengusaha kena pajak (PKP) dengan peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu, jenis barang/jasa tertentu, dan/atau sektor tertentu.  

Dalam hal ini, Fajry mengatakan usaha tertentu baiknya diatur yakni terhadap PKP dengan ketentuan supplier merupakan pelaku usaha mikro yang tak mungkin menjadi PKP. Sehingga tak bisa mengkreditkan pajak masukan.

“Ini juga bisa menggunakan metode tertentu. Agar terjadi keadilan dengan pelaku usaha lain yang supplier-nya adalah pelaku usaha besar,” kata Fajry.

Selanjutnya: Sah! Inilah Kebijakan Perpajakan Baru dalam RUU HPP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES)

[X]
×