Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah tengah menyiapkan aturan baru terkait pungutan pajak atas transaksi penjualan oleh para pelapak (seller) di platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, Lazada, Blibli, dan Bukalapak.
Kebijakan ini akan dituangkan dalam sebuah peraturan baru yang saat ini sedang digodok.
Baca Juga: Lapak Online Mau Jadi Pemungut Pajak, Pengamat Beri Penjelasan Ini
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai, kebijakan ini positif jika diterapkan secara merata, baik kepada pelaku usaha daring (online) maupun luring (offline).
Menurutnya, hal ini akan menciptakan keadilan dan kesetaraan dalam ekosistem perdagangan.
"Kebijakan ini memang sebaiknya mengikat ke semua pengusaha, baik yang berjualan secara online maupun offline. Saya kira ini langkah bagus dari pemerintah untuk menyamakan perlakuan pajak antara keduanya agar tercipta level playing field yang adil," ujar Nailul kepada Kontan.co.id, Rabu (25/6).
Mengutip laporan Reuters, dalam aturan tersebut, platform e-commerce akan diminta untuk memungut dan menyetorkan pajak sebesar 0,5% dari omzet penjual yang memiliki pendapatan tahunan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar.
Baca Juga: Pemerintah Rencana Pungut Pajak Penjualan bagi Pelapak E-Commerce, Ini Kata Ekonom
Namun demikian, Nailul menekankan bahwa fokus utama kebijakan ini seharusnya bukan pada potensi penerimaan negara, melainkan pada kesetaraan perlakuan regulasi antara penjual online dan offline.
"Walaupun kebijakan ini kemungkinan akan mendapat penolakan dari pelapak karena adanya kekhawatiran kenaikan harga jual, saya rasa tarif 0,5% tidak akan berdampak signifikan terhadap harga barang. Lagi pula, pengusaha dengan omzet Rp 500 juta per tahun sudah cukup besar dan memang sudah seharusnya dikenai pajak. Tidak perlu ada pengecualian," jelasnya.
Nailul juga menambahkan bahwa pihak platform e-commerce perlu menyadari kewajiban pajak ini sebagai bagian dari tanggung jawab penjual.
Meski begitu, ia mengakui bahwa ada sebagian pelapak yang sudah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan telah mematuhi kewajiban perpajakannya.
Baca Juga: Muncul Wacana Marketplace Jadi Pemungut Pajak, Asosiasi E-Commerce Buka Suara
“Kalau pelapak sudah berstatus PKP dan rutin melaporkan pajak, seharusnya mereka tidak dikenai pemotongan lagi. Maka dari itu, penting ada integrasi data terlebih dahulu agar pelapak yang taat pajak tidak terkena pungutan ganda,” tegas Nailul.
Ia menekankan bahwa kebijakan ini lebih tepat diterapkan kepada pelaku usaha yang belum terdaftar sebagai PKP namun telah memiliki omzet yang memenuhi kriteria.
Dengan begitu, kebijakan akan lebih tepat sasaran dan tidak menimbulkan beban ganda bagi pelaku usaha yang sudah patuh.
Selanjutnya: PALM Fokus Jaga Kinerja di Tahun 2025, Simak Rekomendasi Sahamnya
Menarik Dibaca: DLH Jakarta Jalankan Pilot Project Pengelolaan Sampah di 6 Kelurahan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News