kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rekomendasi izin impor barang modal tidak baru dicoret, ini tanggapan pelaku industri


Minggu, 06 Oktober 2019 / 19:20 WIB
Rekomendasi izin impor barang modal tidak baru dicoret, ini tanggapan pelaku industri
ILUSTRASI. Ilustrasi mesin robot untuk manufaktur


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana mencoret rekomendasi izin impor Barang Modal Tidak Baru (BMTB) guna mempermudah pelaku usaha yang hendak melakukan investasi.

Dengan demikian, Kementerian Perdagangan nantinya akan langsung mengeluarkan izin impor bagi pelaku usaha yang mengajukan perizinan.

Untuk mewujudkan hal ini, Kemendag akan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 17 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 127/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Barang Modal dalam Keadaan Tidak Baru.

Sebagai informasi, Barang Modal Tidak Baru (BMTB) adalah barang yang digunakan sebagai modal usaha ataupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang masih layak ataupun bisa direkondisi, remanufakturing, dan digunafungsikan kembali yang bukan merupakan skrap.

Baca Juga: Revisi permendag tak berdampak signifikan bagi industri farmasi

Rencana pemerintah untuk mencoret rekomendasi izin impor BMTB memicu reaksi yang beragam di kalangan pelaku usaha. Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman menilai bahwa fasilitasi kemudahan impor BMTB memang diperlukan bag pelaku industri mamin dalam negeri.

Sebelumnya pelaku industri makanan dan minuman (mamin) kerap kali mengalami kesulitan untuk mengimpor BMTB ketika terjadi kerusakan mesin dan sparepart akibat prosesi perizinan yang dinilai panjang.

Menurut Adhi, sebelumnya, prosesi pengurusan izin untuk mengimpor BMTB bisa memakan waktu dua hingga tiga bulan lantaran harus menunggu adanya rekomendasi dari kementerian ataupun instansi yang berwenang.

“Nah kalau itu harus rekomendasi harus izin segala macam itu akan menghambat sekali. Padahal sparepart itu kan dibutuhkannya cepat ya, misalkan ada kerusakan mesin itu kan harus segera disediakan harus segera dibeli,“ ujar Adhi kepada Kontan.co.id (05/10).

Baca Juga: Kemendag antisipasi kenaikan harga bahan pokok jelang Natal dan Tahun Baru

Adhi menambahkan bahwa pelaku industri mamin yang tergabung dalam GAPMMI umumnya merupakan perusahaan multinasional (multinational corporation/MNC) yang memang memiliki basis produksi di lebih dari satu negara. Dengan demikian, importasi BMTB dinilai menjadi kebutuhan tersendiri bagi pelaku industri mamin.

Selain itu, fasilitasi kemudahan untuk mengimpor BMTB juga dinilai berpotensi memberi manfaat ekonomi bagi pelaku industri mamin. Pasalnya, negara-negara seperti Jepang ataupun negara-negara lainnya seringkali memiliki kelebihan mesin bekas yang masih produktif namun tidak lagi digunakan.

Keberadaan mesin bekas yang berlebih di negara kerap kali dimanfaatkan oleh pelaku-pelaku usaha dari Vietnam, Malaysia dan Thailand untuk yang memang mencari mesin-mesin bekas untuk keperluan produksi. Hal tersebut dinilai menjadi cara tersendiri untuk menekan pengeluaran berlebih akibat membeli mesin baru.

 Dalam hal ini, pelaku industri manufaktur dalam negeri juga diyakini dapat memperoleh manfaat yang sama apabila relaksasi BMTB jadi dilakukan pada nantinya.

Tanggapan yang serupa juga dijumpai pada pelaku industri di sektor lain. Sekretaris Jenderal Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono mengatakan bahwa memang ada beberapa mesin yang memang belum banyak diproduksi dalam negeri sehingga impor BMTB terkadang menjadi diperlukan.

“Contoh seperti misalnya steam boiler,  itu kan banyak yang proyek-proyek yang gagal di luar sana sehingga steam boiler-nya tidak terpakai, itu bisa dijual dan digunakan di Indonesia,“ jelas Fajar kepada Kontan.co.id (05/10).

Baca Juga: Permudah investasi, rekomendasi izin impor barang modal tidak baru akan dicoret

Meski begitu, Fajar Boediono menekankan selain mempermudah perizinan, pemerintah juga perlu memperhatikan aspek-aspek teknis di lapangan. Pasalnya, Fajar mengaku pihaknya seringkali menjumpai hambatan teknis di lapangan.

Ketika membuat Laporan Surveyor misalnya, seringkali muncul perbedaan pendapat antara surveyor dengan pelaku industri mengenai spesifikasi teknis pada Harmonized System (HS) Number dari BMTB yang akan diimpor.

Hambatan-hambatan teknis yang demikian menurut Fajar berpotensi menghambat kelangsungan proyek ataupun rencana ekspansi bisnis yang sudah dijadwalkan sebelumnya.

Menurut Fajar, keterlambatan pengiriman BMTB selama sebulan saja berpotensi menghambat penyelesaian proyek hingga 2-6 bulan lantaran adanya keterkaitan antara satu rangkaian proses dengan yang lainnya.

Baca Juga: Sinyal Waspada, PMI Manufaktur Indonesia Kuartal III-2019 Terendah Sejak 2016

Untuk diketahui, selain Persetujuan Impor,  Importir yang ingin melakukan importasi BMTB memang diharuskan memenuhi persyaratan impor lain berupa Laporan Surveyor (LS) yang memuat keterangan mengenai kelayakan barang, spesifikasi teknis, dan sebagainya.

Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 16 A Permendag Nomor 17 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 127/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Barang Modal dalam Keadaan Tidak Baru.

Proses verifikasi yang dilakukan dalam pembuatan LS dilakukan oleh Surveyor atau perusahaan survey yang mendapat otorisasi untuk melakukan penelusuran teknis barang impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×