Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (Bank Dunia) merilis beberapa rekomendasi kebijakan untuk menggenjot penerimaan perpajakan negara-negara berkembang. Strategi ini bernama joint domestic resource mobilization initiative (JDRMI).
Pertama, IMF dan Bank Dunia merekomendasikan negara berkembang, termasuk Indonesia, memacu efektivitas insentif pajak yang selama ini dikucurkan. Menurut dua badan international itu, insentif tax holiday yang ditawarkan di kawasan ekonomi khusus bukanlah instrumen efektif untuk menarik investasi.
Kedua, negara berkembang perlu memperluas basis pajak pertambahan nilai (PPN) dan menekan informalitas. Menurut IMF dan Bank Dunia, pembebasan PPN bukan instrumen yang efektif untuk melindungi masyarakat miskin.
Baca Juga: Ekonom Perkirakani Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,02% di Kuartal II-2024
Ketiga, negara berkembang perlu membenahi desain dan memperluas cakupan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP). Pasalnya, penerimaan PPh OP di negara berkembang jauh lebih rendah dibandingkan negara maju.
Keempat, negara berkembang perlu meningkatkan peran cukai dalam menyokong penerimaan negara. Bukan hanya untuk menekan eksternalitas negatif, melainkan juga menjadi sumber penerimaan yang besar.
Kelima, mengembangkan sistem pajak properti yang efektif demi memenuhi kebutuhan anggaran daerah.
Pajak properti adalah jenis pajak yang paling tidak mendistorsi pertumbuhan ekonomi sekaligus bersifat progresif. Keenam, negara berkembang perlu menerapkan kebijakan pajak khusus atas sektor tertentu.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II-2024 Diproyeksi Merosot, Ini Pendorongnya
Misalnya rent tax yang dapat dikenakan terhadap sektor sumber daya alam (SDA) dan sektor lain seperti kehutanan, perikanan, telekomunikasi dan perbankan. Excess profit tax juga dapat dikenai melalui perbaikan desain PPh ataupun jenis pajak khusus.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, enam rekomendasi kebijakan ini cukup bagus diterapkan di negara berkembang, seperti Indonesia. Bahkan sebagian kebijakan sudah pernah dijalankan Indonesia.
Dia juga mengomentari beberapa kebijakan yang direkomendasikan IMF dan Bank Dunia. Misalnya poin lima mengenai pengembangan sistem pajak properti yang efektif. Ia menilai, kebijakan ini sulit dijalani jika konteksnya adalah pengenaan jenis pajak baru seperti pajak nilai tanah atau land value tax (LVT).
Baca Juga: Pelarangan Rokok Eceran, Ini Tujuan Utama Pemerintah Memberlakukannya
Dari semua rekomendasi tadi, Fajry melihat opsi yang paling mungkin diterapkan di Indonesia adalah mengevaluasi insentif dan fasilitas pajak yang beririsan dengan perluasan cakupan PPN dan PPh.
"Selama proses evaluasinya tidak perlu proses legislasi di DPR dan tidak ada ego sektoral antar kementerian, itu menjadi lebih feasible untuk dijalankan," ucap Fajry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News