Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mencatat, sampai dengan Jumat (24/4) pemerintah sudah menyalurkan dana desa senilai Rp 18 triliun. Jumlah ini setara dengan 25% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 senilai Rp 72 triliun.
"Per tanggal 24 April 2020, dana desa yang sudah disalurkan ada sekitar Rp 18 triliun. Dana desa ini disalurkan ke 46.719 desa, atau sekitar 62% dari total desa penerima," ujar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti kepada Kontan.co.id, Selasa (28/4).
Baca Juga: Hingga 24 April, pemerintah telah menyalurkan dana desa sebesar Rp 18 triliun
Pada tahun ini, pemerintah menetapkan alokasi anggaran dana desa sebesar Rp 72 triliun untuk 74.954 desa di seluruh Indonesia dan akan disalurkan oleh 169 KPPN. Dengan nilai tersebut, rata-rata desa akan memperoleh dana desa sebesar Rp 960,6 juta atau meningkat dari rata-rata tahun 2019 sebesar Rp 933,9 juta.
Namun, jumlah ini belum sesuai dengan porsi penyaluran yang ditetapkan sebelumnya. Untuk penyaluran dana desa tahap I, II, dan III, pemerintah menetapkan porsi penyaluran masing-masing sebesar 40%, 40%, dan 20%.
Menanggapi hal ini, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, penyaluran dana desa yang belum maksimal ini dilatarbelakangi oleh masalah birokrasi.
Baca Juga: Warga yang tak punya KTP tetap berhak mendapat BLT
Menurutnya, pemerintah masih belum melakukan perubahan signifikan dalam hal pencairan dan penyerapan anggaran.
"Selain itu, adanya kebingungan dari pemerintah desa (Pemdes) terkait alokasi anggaran. Menurut Peraturan Menteri Desa (Mendes), dana desa hanya boleh digunakan untuk program padat karya, tetapi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) memperbolehkan untuk beli bahan makanan atau sembako," ujar Robert.
Dengan adanya perbedaan aturan ini, kata Robert akan membuat Pemerintah daerah (Pemda) dan Pemdes menjadi bingung dan terjadi miskomunikasi.
Pada akhirnya, kondisi ini akan membuat Pemda dan Pemdes menahan uang untuk tidak dibelanjakan. Pasalnya, jika uang tersebut dibelanjakan dengan informasi yang tidak sama, mereka takut nantinya akan jadi temuan dan kemudian disalahkan.
Apalagi, baik Pemda maupun Pemdes sama-sama berhadapan dengan rakyat.
Baca Juga: Ini kriteria penerima BLT dana desa, warga tak punya NIK tetap berhak
Untuk itu, Robert menyarankan agar pemerintah pusat dapat melakukan sinkronisasi regulasi antar sektor. Selain itu, sekretariat kabinet (setkab) dinilai harus lebih aktif dalam menjalankan perannya membantu presiden.
"Setkab harus lebih aktif sebagai alat bantu presiden, untuk membereskan rancangan regulasi yang potensial menimbulkan konflik norma antar regulasi dan kebingungan di daerah," kata Robert.
Apabila ini terpenuhi, maka diyakini penyaluran dana desa akan bisa berjalan dengan maksimal dan tidak tersendat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News