Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Perppu ini merupakan upaya untuk penanganan dampak pandemi virus Corona (Covid-19) yang menyasar perekonomian nasional.
Melalui Perppu tersebut, pemerintah telah memutuskan untuk menambah anggaran belanja sebesar Rp 405,1 triliun di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.
Baca Juga: Pemerintah Gelontorkan Ratusan Triliun demi Menangani Wabah Virus Corona
Sejalan dengan hal tersebut, maka defisit APBN 2020 diperkirakan akan melebar sampai dengan 5,07% dari produk domestik bruto (PDB).
Adapun anggaran tambahan tersebut berasal dari Sisa Anggaran Lebih (SAL), dana abadi pendidikan, dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu, dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU), serta dana dari pengurangan penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN.
Menanggapi hal ini, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan, strategi pemerintah yang digunakan untuk pembiayaan dirasa kurang efektif.
Yusuf menilai, pemerintah seharusnya bisa memaksimalkan opsi recovery bond daripada memilih beberapa opsi sebelumnya.
"Apalagi dalam Perppu yang diajukan, pemerintah diberikan keleluasaan untuk membeli surat utang yang diterbitkan pemerintah. Terlebih, defisit anggaran diprediksikan akan melebar sampai dengan dua tahun ke depan," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Kamis (2/4).
Baca Juga: Pemerintah cari sumber pembiayaan baru karena defisit melebar, ini saran ekonom
Recovery bond sendiri, merupakan surat utang yang nantinya akan dibeli oleh Bank Indonesia (BI) atau investor swasta yang kemudian dapat mengalirkan dana segar untuk pemerintah.
Rencananya, dana tersebut akan digunakan untuk menyuntik keuangan perusahaan dengan skema pinjaman atau kredit.
Menurut Yusuf, apabila ke depannya pemerintah masih akan terus mengandalkan pembiayaan dari dana abadi pendidikan, BLU, SAL, atau PMN, maka opsi ini tentu akan mengganggu kinerja dari peruntukan masing-masing dana tersebut.
Baca Juga: Tujuh usulan kebijakan untuk Jokowi agar RI terhindar krisis akibat corona
"Misalnya dari dana abadi pendidikan, imbasnya pemerintah pasti akan melakukan penyesuaian pemberian beasiswa. Jadi akan lebih sedikit penerima beasiswa tentunya. Sementara kalau PMN, tentu ini akan menganggu kinerja BUMN ataupun institusi pemerintah yang mengandalkan PMN dari pemerintah, seperti misalnya BPJS kesehatan ataupun PLN.
Oleh karena itu, kata Yusuf, pilihan pembiayaan yang paling ideal hanya berasal dari pembelian surat utang oleh BI atau opsi recovery bond.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News