CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.919   -93,00   -0,59%
  • IDX 7.272   -36,38   -0,50%
  • KOMPAS100 1.112   -5,65   -0,51%
  • LQ45 882   -4,06   -0,46%
  • ISSI 220   -1,03   -0,47%
  • IDX30 452   -2,27   -0,50%
  • IDXHIDIV20 543   -3,20   -0,59%
  • IDX80 127   -0,72   -0,56%
  • IDXV30 136   -1,60   -1,16%
  • IDXQ30 150   -0,90   -0,60%

Realisasi serapan kurang, impor beras dinilai kebijakan reaktif


Kamis, 18 Januari 2018 / 23:10 WIB
Realisasi serapan kurang, impor beras dinilai kebijakan reaktif
Rieke Diah Pitaloka menunjukkan tulisan tolak impor beras


Reporter: Abdul Basith | Editor: Dessy Rosalina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan impor beras sebanyak 500.000 ton untuk menekan harga dinilai terlalu reaktif. Hal tersebut diungkapkan anggota komisi VI DPR RI, Rieke Dyah Pitaloka ketika rapat dengar pendapat mengenai impor beras di DPR.

"Masa tiap harga naik kita impor, itu kan reaksioner," ujar anggota fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini, Kamis (18/1).

Rieke bilang perubahan operator importir beras dari sebelumnya PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI/Persero) menjadi Perum Bulog tidak menyelesaikan masalah. Masalah utamanya adalah urgensi dari impor beras tersebut.

Permasalahan yang perlu dilihat dari naiknya harga beras adalah apakah ada tata niaga beras yang perlu dibenahi. Selain itu juga melihat ketersediaan beras di Indonesia.

Melihat minimnya serapan Bulog, Rieke bilang seharusnya beras di Indonesia masih tersedia. Rieke bilang serapan beras Bulog tidak mencapai target di tahun 2017.

"Realisasi serapan hanya 42% dari seharusnya 70%," terang Rieke.

Hal itu memperlihatkan stok beras tidak hanya berada di gudang Bulog. Stok beras tersebar di pengusaha dan pedagang.

Rieke menekankan perlunya data yang menjadi acuan ketersediaan beras tidak hanya di Bulog. Selama tidak adanya hal itu pemerintah tidak bisa terburu-buru mengeluarkan kebijakan impor beras.

Pentingnya data beras juga diungkapkan Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Abdul Wahid. Ia bilang permasalahan beras adalah tidak adanya neraca beras.

"Ada simpang siur data antara Kementerian Perdagangan (Kemdag) dengan Kementerian Pertanian (Kemtan)," jelas Wahid.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×