Reporter: Herlina KD | Editor: Edy Can
JAKARTA. Hingga akhir tahun 2012, penyaluran penerusan pinjaman alias Subsidiary Loan Agreement (SLA) realisasinya tak sampai 30%. Rendahnya realisasi penyaluran SLA ini disebabkan karena mekanisme pencairannya yang memakan waktu lama.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi penerusan pinjaman sebesar Rp 2,2 triliun atau 25,6% dari pagu APBNP 2012 yang sebesar Rp 8,4 triliun. Angka penyerapan ini lebih rendah ketimbang tahun 2011 yang sebesar Rp 4,2 triliun atau 36% dari pagu APBNP 2011 yang sebesar Rp 11,7 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Herry Purnomo mengungkapkan rendahnya realisasi penerusan pinjaman ini disebabkan karena mekanisme pencairannya yang butuh proses panjang dan melalui persetujuan DPR. Di luar itu, "Proyeknya harus betul-betul disiapkan. Jangan SLA-nya sudah siap ternyata eksekusinya belum siap," ujarnya Jumat (11/1).
Herry bilang berbeda dengan anggaran yang bersifat rupiah murni, anggaran dari penerusan pinjaman ini masih bisa dialihkan alias di-carry over ke tahun anggaran berikutnya. Menurutnya, hal ini sesuai dengan sifat dari pinjaman luar negeri yang bisa dicarry over ke tahun anggaran berikutnya, baik program maupun pendanaannya.
Meski begitu, Herry bilang kebijakan pemerintah tetap berusaha untuk mengurangi porsi pinjaman luar negeri. Artinya, ke depan jika pemerintah daerah memungkinkan membiayai proyek dengan anggaran rupiah murni, maka bisa saja penerusan pinjaman atau SLA bisa terus dikurangi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Agus Suprijanto menuturkan syarat pemerintah daerah atau BUMN adalah memiliki kinerja keuangan yang baik. Namun, selama ini analisa kinerja keuangan yang dilakukan Ditjen Perbendaharaan dilakukan di tahap akhir. Sehingga, "Ke depan evaluasi kinerja keuangan ditempatkan di bagian awal, dimulai dari Ditjen Perbendaharan, setelah itu baru yang lain memberikan persetujuan," ujar Agus beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News