kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ratusan siswa terpapar corona, FSGI minta pemerintah pertimbangkan sekolah tatap muka


Minggu, 06 Desember 2020 / 19:50 WIB
Ratusan siswa terpapar corona, FSGI minta pemerintah pertimbangkan sekolah tatap muka


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Retno Listyarti, Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan adanya Pilkada ditambah dengan adanya cuti bersama Natal dan Tahun Baru dikhawatirkan akan berpotensi penambahan kasus Covid-19.

"Ada Pilkada sementara tidak lama lagi anak-anak libur sekolah juga cuti bersama dan libur Natal akhir tahun. Wilayah yang kemudian tidak menggelar Pilkada menurut kami juga rawan di mana kenaikan kasus bukan hanya Pilkada. Di bulan ini banyak sekali potensi orang berpindah dari satu daerah ke daerah lain karena Covid-19 itu tidak bisa pergi sendiri dia berpindah dibawa oleh manusia yang terinfeksi," jelas Retno saat Preskon Virtual FSGI pada Minggu (6/12).

Retno menyampaikan agar pemerintah mempertimbangkan kembali dibukanya pembelajaran tatap muka pada Januari 2021 mendatang. FSGI menyebut pertimbangan didasarkan pada potensi penambahan kasus Covid-19 pasca Pilkada dan cuti bersama bulan Desember ini.

Baca Juga: KPK sudah bikin petunjuk hindari korupsi bansos, Mensos masih saja kejeblos

"FSGI mengingatkan dari sekarang untuk mempertimbangkan kenaikan kasus pasca Pilkada dan liburan akhir tahun dan mencegah agar sekolah tidak menjadi klaster terbaru. Kasus meningkat secara signifikan harusnya pemerintah menunda dahulu bukan sekolah tatap muka pada Januari nanti terutama di wilayah-wilayah Pilkada," imbuhnya.

Hasil pemantauan FSGI pada Oktober-November guru dan siswa yang terpapar Covid-19 cukup tinggi salah satunya uji coba sekolah tatap muka di beberapa daerah. Total ada 233 siswa dan 46 guru terkonfirmasi Covid-19 yang berada di 9 Kabupaten/Kota di Indonesia.

Retno mensimulasikan, dengan adanya Pillkada dan cuti bersama Natal dan Tahun Baru dimana pasti akan dimanfaatkan beberapa masyarakat untuk berlibur. Misal saja guru atau siswa yang berlibur kemudian tidak disiplin dalam penerapan protokol kesehatan akan rawan terpapar Covid-19.

"Sementara keluarga yang berwisata umumnya membawa anak-anak juga dan guru juga pasti akan menikmati juga masa masa liburan ini. Nah peluang besar ketika mereka tidak di-swab test guru dan murid, lalu masuk rame-rame, lalu ada yang tertular ini akan mengakibatkan potensi besar sekolah menjadi klaster terbaru," tegas Retno.

Kembali Retno menegaskan agar ada penundaan sekolah tatap muka pada Januari 2021 mendatang, melihat potensi penambahan kasus usai Pilkada dan cuti bersama Natal dan Tahun Baru. Pertimbangan tak hanya bagi Pemerintah Daerah dan Satgas Covid-19, namun juga Pemerintah Pusat.  "Jangan sampai kita kehilangan banyak penduduk kita begitu sekolah dibuka setelah Pilkada dan setelah liburan akhir tahun ini dan cuti bersama," ujarnya.

Baca Juga: Indofarma proyeksikan impor vaksin Covid-19 dari Novavax terealisasi kuartal II-2021

FSGI juga mendorong Pemerintah Daerah wajib menjamin kesehatan dan keselamatan seluruh pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik di masa pandemic Covid-19.

"Masih ada guru PJJ di sekolah. Padahal di rumah bisa PJJ sudah ada bantuan kuota. Ini karena perjalanan dari rumah ke sekolah setiap hari ini juga harusnya mempertimbangkan kesehatan dan keselamatan para guru," jelasnya.

Kemudian Satuan Gugus Tugas Covid-19 di daerah wajib memastikan kepada pemerintah daerah  ketika peningkatan kasus terjadi pasca Pilkada, cuti bersama dan liburan Akhir Tahun 2020, maka penunda pembukaan sekolah tatap muka pada Januari 2021 dinilai perlu dipertimbangkan.

Penundaan Sekolah Tatap Muka pada Januari 2021 ditekankan harus menjadi pertimbangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama di wilayah yang menyelenggarakan Pilkada serentak

Sementara itu, Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (Kepala BKHM) Kemendikbud Evy Mulyani menjelaskan pemberian izin sekolah tatap muka merupakan kewenangan pemerintah daerah dengan syarat berjenjang dan ketat sebagaimana ditetapkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan.

Evy menekankan meski penguatan peran kewenangan ini diberikan kepada pemerintah daerah tentu diutamakan agar pemerintah daerah tidak tergesa-gesa. Faktor-faktor yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah daerah dalam pemberian izin pembelajaran tatap muka antara lain tingkat risiko penyebaran Covid-19 di wilayahnya, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, kesiapan satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka sesuai daftar periksa. Selanjutnya, akses terhadap sumber belajar/kemudahan belajar dari rumah, dan kondisi psikososial peserta didik.

Baca Juga: Produk penanggulangan Covid-19 mendominasi transaksi Indofarma (INAF)

"Dengan diterbitkannya SKB 4 Menteri tersebut, pembelajaran tatap muka bukan diwajibkan tetapi dimungkinkan bagi sekolah yang memenuhi persyaratan berjenjang dan ketat sebagaimana ditetapkan dalam SKB tersebut," ungkap Evy.

Prinsip pembelajaran pada masa pandemi tidak berubah yaitu bahwa kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat merupakan prioritas utama dalam menetapkan kebijakan pembelajaran. Tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial juga menjadi pertimbangan dalam pemenuhan layanan pendidikan selama masa pandemi Covid-19.

Tak kalah penting, Evy menyebut orang tua memiliki hak penuh untuk menentukan. Bagi orang tua yang tidak menyetujui anaknya melakukan pembelajaran tatap muka, peserta didik melanjutkan pembelajaran dari rumah secara penuh.

Kemudian apabila ada indikasi peningkatan risiko atau kasus maka sekolah tersebut langsung ditutup kembali. Sekolah ditutup 14 hari dengan melihat perkembangan lebih lanjut.

Baca Juga: Pejabat tersandung korupsi, Kemensos tetap salurkan bansos dikawal APIP

"Ketika ada temuan kasus, dilaporkan ke dinkes/puskesmas dan dinas pendidikan, kemudian puskesmas akan melakukan tracing, testing dan treatment. Penutupan bisa dilakukan per sekolah, per wilayah desa/kecamatan/kabupaten bahkan satu provinsi tergantung hasil evaluasi dari satgas penanganan setempat," jelas Evy.

Selanjutnya: UPDATE Corona Indonesia, Minggu (6/12): Bertambah 6.089 kasus baru, ingat selalu 3M

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×