Reporter: Olfi Fitri Hasanah | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Dibanding negara-negara berperingkat sama yakni BBB- dengan outlook stabil, Indonesia menawarkan yield surat utang paling tinggi. Menengok data Trading Economics, Selasa (30/5), beberapa negara memasang yield lebih rendah. Di antaranya India di level 6,67%, Italia 2,18%, Hungaria 3,13%, dan Romania 3,71%.
Mengutip data Asian Bond Online, Selasa (30/5), yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun berada di level 6,95%. Angka tersebut mencatatkan penurunan sebesar 102,4 basis poin (bps) secara year to date. Sedangkan sejak kenaikan peringkat menjadi investment grade dari S&P, penurunan yield mencapai 10 bps.
Begitu pun di regional, yield Indonesia bersaing dengan Vietnam sebesar 6%. Diikuti dengan Filipina di level 4,94%. Lalu, negara-negara lainnya seperti China, Hongkong, Korea, Malaysia, Singapura, dan Thailand yang menawarkan yield di bawah 4%. Paling kecil, negara Jepang hanya memasang yield obligasi 10 tahun sebesar 0,04%.
Anil Kumar, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia, memprediksi, peluang penurunan yield masih dapat terjadi antara 30 basis points (bps)-50 bps lagi dari data terakhir. Kondisi tersebut akan seiring sejalan dengan arus dana masuk (inflow) dari luar negeri ke pasar obligasi dalam negeri.
Pada bulan Maret, Goldman Sachs Group Inc. sempat mengeluarkan pernyataan dalam risetnya, kenaikan rating Indonesia dapat meningkatkan daya tarik aset di antara investor institusi konservatif Jepang dan membantu menyerap dana hingga US$5 miliar.
Jika menengok data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 26 Mei 2017, secara ytd dana asing tetap membekukan net inflow Rp 85,76 triliun. Meskipun, dua hari setelah kenaikan rating sempat terlihat ada net outfow asing sebesar Rp 3,89 triliun.
Ia menegaskan, outflow terjadi bukan karena pasar surat utang dalam negeri tak lagi menggiurkan bagi investor asing. Hal tersebut lebih karena dari pemerintah sudah gencar menerbitkan surat utang di kuartal I 2017, dan mengerem penggalangan dana dari lelang. "Makin ke tengah, supply semakin sedikit. Targetnya lelang pun sudah diturunkan, tapi penawaran tetap masih tinggi," jelasnya.
Ia bilang, jika indikator di pasar obligasi Indonesia terus positif, ditambah dengan harga minyak terkendali dan harga komoditas terus tinggi, maka akan menguntungkan bagi pemerintah. Ia merekomendasikan, agar pemerintah menaikkan anggaran belanja agar tingkat Pendapatan Domestik Bruto (PDB) bisa bertumbuh.
Pasalnya, menurut Anil penting bagi pemerintah untuk meningkatkan PDB dan menjaga tingkat inflasi. Yang mana imbasnya bermuara ke peluang penurunan yield. Ia bilang, Indonesia masih jadi pasar yang potensial dibanding negara-negara lain berperingkat sama. “Growth 5% mau cari di mana lagi, apalagi di negara regional," ungkapnya.
Anil memprediksi, yield surat utang pemerintah seri benchmark 10 tahun di level 6%-7% pada akhir tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News