Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menyoroti anomali dalam rasio pajak Indonesia yang cenderung stagnan, bahkan di tengah pertumbuhan ekonomi yang positif.
Menurutnya, meskipun target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selalu tercapai, angka tersebut masih jauh dari ekspektasi ideal dan belum merefleksikan potensi sesungguhnya.
"Kita selalu membanggakan bahwa penerimaan pajak kita yang ditargetkan itu tercapai. Tapi itu jauh dari ekspektasi kita," ujar Misbakhun di Kantor PBNU Jakarta, Rabu (11/6).
Misbakhun menjelaskan bahwa perbandingan paling sederhana untuk mengukur rasio pajak adalah dengan membandingkan penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca Juga: Pesan DPR untuk Pengusaha: Tak Bayar Pajak, Jangan Harap Dapat Utang Bank!
Ia memaparkan bahwa pada tahun 2020, PDB Indonesia mencapai Rp 15.000 triliun, dengan penerimaan pajak sebesar Rp 1.072 triliun yang berhasil dicapai.
Namun, ia menekankan bahwa angka tersebut masih tergolong rendah jika melihat potensi sebenarnya.
"Pertumbuhan ekonomi kita naik, tapi tidak linear dengan penambahan rasio pajak kita," ujar Misbakhun.
Ia menambahkan bahwa fenomena ini telah berlangsung lama dan sayangnya belum ada riset resmi dari pemerintah, akademisi, maupun universitas terbaik di dunia atau Indonesia yang menjelaskan mengapa terjadi anomali atau kesenjangan ini.
Misbakhun kemudian membandingkan kondisi saat ini dengan tahun 2004, di mana rasio pajak Indonesia mencapai 12,7%.
Ia mengilustrasikan, jika setiap tahun terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,2%, maka dalam 20 tahun seharusnya rasio pajak Indonesia dapat mencapai 16%.
Apabila hal tersebut bisa dilakukan, APBN akan mengalami surplus dan pemerintah tidak perlu lagi mengandalkan utang.
Baca Juga: Kemenkeu Bebaskan Pajak 1.800 Barang Jemaah Haji Senilai Rp 2,4 Miliar
Ia menyimpulkan bahwa ada kesenjangan antara pertumbuhan ekonomi dan rasio pajak yang tidak linear, dan kondisi ini terus berjalan stagnan tanpa pernah dicari tahu penyebabnya secara mendalam.
"Ini yang terjadi. Ada gap pertumbuhan ekonomo dan tax ratio yang tidak linear. Dan kemudian berjalan stagnan. Dan kita tidak pernah mencari kenapa itu terjadi," pungkasnya.
Selanjutnya: Anak Usaha BUMA Internasional Grup (DOID) Kucurkan Pinjaman US$ 36 Juta
Menarik Dibaca: Oppo A16 Harga Juni 2025 Masih Diburu, Cari Tahu Fitur Lengkapnya Sebelum Beli
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News