kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Rasio Efisiensi PPN Indonesia Masih Rendah, Bikin Pungutan Pajak Kurang Maksimal


Selasa, 25 Juni 2024 / 10:31 WIB
Rasio Efisiensi PPN Indonesia Masih Rendah, Bikin Pungutan Pajak Kurang Maksimal
ILUSTRASI. Bank Dunia menilai rasio efisiensi atau C-efficiency pajak pertambahan nilai (PPN) Indonesia masih rendah


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Dunia menilai rasio efisiensi atau C-efficiency pajak pertambahan nilai (PPN) Indonesia masih rendah, yakni sebesar 0,53 atau 0,17 poin, di bawah rata-rata negara kawasan.

Padahal, menurut Bank Dunia rasio tersebut menunjukkan sistem pemungutan pajak yang sangat efisien. Rasio C-efficiency mengukur pengumpulan pajak aktual terhadap apa yang bisa diperoleh jika tarif standar PPN diterapkan pada seluruh konsumsi final dalam negeri. Hal ini digunakan untuk menganalisis seberapa efektif tarif pajak dalam meningkatkan pendapatan.

“Jika rasio C-efficiency membaik ke tingkat yang setara dengan negara-negara lain di kawasan, perkiraan menunjukkan bahwa keuntungan fiskal dari kenaikan tarif PPN dapat meningkat hingga 32%,” mengutip laporan Bank Dunia bertajuk ‘Unleashing Indonesia’s Business Potential’ edisi Juni 2024, Selasa (25/6).

Bank Dunia menyebut rendahnya efisiensi perpajakan disebabkan oleh sempitnya basis pajak dan rendahnya kepatuhan, sehingga mengakibatkan terbatasnya pemungutan pajak tambahan jika tarif dinaikkan.

Baca Juga: Bank Dunia Minta Indonesia Turunkan Batas Omzet Pengusaha Kena Pajak

Alhasil, meskipun pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan, namun jika efisiensi perpajakan masih rendah, maka penerimaan yang diperoleh tidak akan optimal.

“Terbukti  dari negara-negara lain menunjukkan bahwa kenaikan tarif PPN yang ditetapkan undang-undang mungkin hanya menghasilkan sedikit atau tidak ada tambahan pendapatan tambahan jika tantangan ketidakpatuhan terus berlanjut,” tulis laporan tersebut.

Guna mengatasi permasalahan tersebut, Bank Dunia merekomendasikan kebijakan jangka pendek yakni, menurunkan threshold  atau ambang batas pengusaha kena pajak (PKP), mengurangi insentif perpajakan, dan memperbaiki kebijakan pemeriksaan untuk meningkatkan kepatuhan.

Dalam jangka menengah, opsi untuk meningkatkan pengumpulan pajak dapat dilaksanakan melalui peningkatan akses dan ketersediaan data pihak ketiga untuk melacak dan memverifikasi pendapatan, serta upaya untuk memformalkan perekonomian. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×