Reporter: Anna Suci Perwitasari, Asep Munazat Zatnika | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Rapor pemerintah dalam mengeruk pendapatan maupun belanja negara pada enam bulan pertama tahun 2013 masih buruk. Buktinya, realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Perubahan (APBN-P 2013) pada periode Januari hingga Juni 2013 masih kurang dari 50%.
Sebagai catatan, dalam enam bulan pertama tahun ini, realisasi penerimaan negara baru mencapai Rp 623,2 triliun. Angka ini baru 41% dari target penerimaan di APBN-P 2013. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu persentase pencapaian lebih tinggi, yakni sekitar 43,7%.
Begitu juga dengan belanja negara. Pada periode yang sama baru mencapai Rp 677,7 triliun, atau setara 39,3% dari target di APBN-P 2013. Jika dibandingkan dengan realisasi semester I tahun lalu yang mencapai 40,7% tentu saja angka ini masih tetap lebih rendah (lihat tabel).
Gambaran realisasi penerimaan dan belanja negara yang di bawah target ini menunjukkan adanya pelambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penerimaan juga seret karena pembayaran pajak juga lambat akibat kegiatan dunia usaha untuk mencetak laba juga sedang meriang.
Sementara belanja yang tetap lelet tahun ini menunjukkan penyelenggara negara tetap tidak mengubah perilaku yang lebih senang membelanjakan anggaran di pengujung tahun untuk menghabiskan anggaran semata. Kondisi ini bisa menjadi bumerang dan menggagalkan target yang sudah dibuat oleh pemerintah.
Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri mengaku sadar dengan kondisi ini. Ia setuju jika penyerapan belanja negara disebut dengan mengkhawatirkan. "Menurut saya, belanjanya harus lebih cepat," katanya, Rabu (3/7).
Ini berarti dalam enam bulan ke depan, semua instansi pemerintah harus mengebut belanja agar semua tetap bisa sesuai target di APBN-P 2013.
Meski belanja secara umum memble, Chatib melihat realisasi belanja modal tahun ini sudah sedikit lebih baik ketimbang tahun lalu. Bahkan belanja barang dan pegawai realisasinya juga lebih rendah dari tahun lalu.
Kepala Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistyaningsih menilai kelambatan belanja anggaran ini terjadi karena APBN-P yang baru kelar di pertengahan Juni. Apalagi dalam APBN-P ada beberapa kebijakan pemotongan anggaran kementerian dan lembaga. Hal ini menyebabkan instansi harus kembali mengurus datar isian penggunaan anggaran atau DIPA lagi.
Karena itu ia menyarankan agar pemerintah segera mempercepat proses pengurusan DIPA agar instansi pemilik anggaran bisa segera membelanjakan anggarannya.
Sekadar mengingatkan, belanja modal dan belanja barang selama ini menjadi salah satu penggerak ekonomi Indonesia. Pos ini juga merupakan investasi pemerintah untuk membangun berbagai proyek layanan umum.
Jika belanja modal berjalan lancar, maka kontraktor penggarap proyek akan bekerja dengan cepat. Dengan begitu bisa tercipta lapangan pekerjaan lebih banyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News