kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

APBN tidak efektif kerek pertumbuhan


Senin, 01 Juli 2013 / 07:06 WIB
APBN tidak efektif kerek pertumbuhan
ILUSTRASI. Rumah subsidi adalah rumah yang dibangun dengan biaya murah yang dapat diperoleh melalui skema KPR. (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Asep Munazat Zatnika, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Alasan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi demi menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak sepenuhnya terbukti. Sebab, ternyata dalam APBN Perubahan 2013 yang sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pemerintah bukannya menghemat anggaran belanja namun malah lebih boros.


Dalam APBN-P 2103 terlihat, anggaran belanja Pemerintah Pusat naik Rp 42,5 triliun dari Rp 1.154, 3 triliun pada APBN 2013 menjadi Rp 1.196,8 triliun. Lonjakan anggaran belanja pemerintah pusat itu berbeda dengan janji pemerintah yang akan mengencangkan ikat pinggang dan memotong anggaran di sejumlah instansi baik kementrian dan lembaga (K/L). Faktanya dalam APBN-P 2013, belanja instansi pemerintah malah bertambah dari Rp 594,5 triliun menjadi Rp 622 triliun.


Selain belanja K/L, kenaikan anggaran juga terlihat dari anggaran Pemilihan Umum 2014 sebesar Rp 1 triliun untuk proses pengawasan Pemilu di kecamatan, desa/kelurahan dan luar negeri. Ada juga tambahan pos anggaran tunjangan bagi hakim sebesar Rp 1,94 triliun.


Tidak maksimal


Postur anggaran APBNP 2013 dinilai tidak efektif mendongkrak ekonomi. Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistyaningsih melihat target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3% pada tahun ini tidak akan tercapai.


Lana beralasan, 33% pengeluaran APBN adalah untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang sebagian besar untuk membayar gaji pegawai daerah. Selain itu 25% lagi digunakan untuk membayar bunga utang. Sisanya untuk belanja pemerintah pusat, seperti belanja instansi, pegawai, modal, dan subsidi.


Dari alokasi belanja negara itu, hanya sekitar 40% yang bisa dipakai memicu multiplier efek ekonomi. Sebab sebagian besar masih untuk gaji pegawai. Alokasi belanja modal yang rendah, di bawah subsidi, memperlihatkan stimulus APBN bagi perekonomian tidak maksimal. "Alokasi belanja pemerintah tidak disalurkan untuk kegiatan produktif," ujar Lana, (30/6) .


Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengklaim, kenaikan harga BBM subsidi telah membuat ruang fiskal pemerintah lebih lebar sehingga leluasa menyusun bujet 2014. "Beban subsidi BBM berkurang," ujarnya.      n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×